Kamis, 08 Desember 2016

Kamis, 17 November 2016

REVIEW NOVEL JANJI BUNGA MATAHARI

taken by Rizky Kurniawan. Design cover Janji Bunga Matahari


Blurb:

Aku tidak pernah cukup paham tentang cinta
Bertemu denganmu, bisakah kukatakan adalah suatu kebetulan?
Kau menyeretku begitu dalam, hingga membuat ruang di dada serta pikiranku hanya tertuju padamu
Tatapanmu dingin dan menyimpan luka teramat dalam.
Bisakah aku menjadi penghapus akan sedihmu itu?
Namun, ketika aku berlari dan mencari tahu banyak hal tentangmu,
Aku justru kian menyadari, bila kita ditakdirkan bertemu namun tidak untuk bersatu.

Selasa, 15 November 2016

REVIEW NOVEL HEIDI


Blurb:

Heidi adalah cerita dari Swiss tentang seorang gadis periang berhati lembut. Kisah ini terus digemari pembaca sejak diterbitkan lebih dari 100 tahun lalu.
Sepeninggal orang tuanya, Heidi tinggal dengan Bibi Dete. Saat usianya delapan tahun, dia ditiitipkan pada kakeknya di Gunung Alm. Heidi menghabiskan hari-harinya di gunung dengan riang bersama kakek, Peter si gembala dan neneknya, juga kambing-kambingnya.
Belum lama merasakan kebahagiaan di pegunungan, Bibi Date kembali dan membawanya ke Frankfurt untuk menemui Clara, anak perempuan sakit-sakitan dari keluarga kaya. Walaupun keluarga Clara memperlakukannya dengan baik, tetapi Heidi begitu merindukan gunungnya yang indah.
Dengan kelembutan dan kebaikan hatinya, Heidi mengubah hidup orang-orang yang dekat dengannya dan membuat segalanya menjadi lebih baik.

Minggu, 23 Oktober 2016

LOKA MEDIA AKHIRNYA BERDIRI SENDIRI



Menjalani Usaha Penerbitan

Menjalani usaha memang tidak selalu jalannya mulus, apalagi jika perusahaan baru. Kita harus merintis dari bawah dulu, menikmati proses sampai suatu saat benar-benar ada di puncak.
Buku pertama yang Loka terbitkan adalah When I Open My Eyes dan I Miss You hasil dari event cerpen yang kami adakan. Sebenarnya itu adalah lomba cerpen yang saya adakan di penerbit teman yang pernah menipu saya. Karena saat itu saya jadi PJ Event-nya, maka saya ingin bertanggung jawab membukukan cerpen mereka.
Pertama, masalah yang kami alami adalah mengenai ISBN. Entah kenapa semenjak saya masuk jadi lini Penerbit X, ISBN keluarnya lama. Biasanya paling lama satu minggu, ini sampai dua minggu, tapi tetap bersyukur karena ISBN keluar.
Berhubung penerbit indie dan kami baru berdiri, Loka memberikan paket penerbitan Rp100 ribu dulu. Tadinya ingin memberikan harga 200-300 ribu, tapi takut kemahalan. Setelah posting paket penerbitan, kemudian ada yang komentar katanya terlalu murah, biasanya yang murah itu tidak berkualitas. Gimana perasaan saya saat itu ketika ada yang komentar seperti itu? Tentu saja rasanya sakit. Niat baik memberikan paket penerbitan murah, tetap saja ada yang tidak suka. Ya, memang, sih, niat baik tidak selalu disambut dengan baik juga. 
Klien pertama yang kami tangani saat itu adalah penulis bernama Adinda Amara. Suatu kebanggaan bagi kami karena mendapatkan klien di awal penulisnya ramah. Mau diajak kerja sama. Tentunya saya juga tambah senang ketika Adinda sering curhat mengenai kepenulisan. Membuat saya semakin dekat dengannya. Dinda menerbitkan novel perdananya di penerbit yang baru berdiri.
"Kenapa memilih Loka? Loka, kan, baru berdiri. Saat itu kami juga belum mengeluarkan cover terbitan kami. Apa karena harganya yang murah?" tanya saya.
Dinda menjawab, "Saya menerbitkan di Loka bukan karena harganya, Kak. Tapi saat melihat logo Loka, saya langsung suka. Keren. Yang ada di pikiran saya pasti nanti desain cover-nya juga keren."
Lalu masalah kedua setelah ISBN, naskah yang katanya dicetak hanya menghabiskan waktu 2 minggu malah jadi 3 minggu. Ditambah pengiriman yang memakan waktu sebanyak 10 hari. Membuat saya rasanya ingin berubah jadi monster. Ribut-ributlah saya dulu dengan si X. Kesal karena buku belum sampai-sampai. Kalau itu buku pesanan saya, sih, tidak masalah, tapi ini pesanan orang lain. Ditambah karena dulu saya pernah trauma, tiga kali cetak hasilnya tidak memuaskan. Membuat saya semakin takut kalau para pemesan akan kecewa.
Saya coba tenangkan Dinda dan para pemesan yang lain, minta maaf. Untunglah mereka mengerti dan menjawab, "Tidak apa-apa, Kak. Yang penting bukunya sampai dengan selamat."
Syukurlah, ketakutan dan kesabaran saya menunggu kiriman buku cetak terbitan Loka hasilnya memuaskan. Kertas awal yang saya bayangkan warnanya abu-abu seperti koran, ternyata warnanya kuning seperti novel terbitan Gagasmedia. Saya ikut bahagia ketika penulis yang menerbitkan naskahnya di Loka saat memegang buku hasil cetaknya. Rasanya seperti memosisikan diri sebagai penulisnya.

**

Berhubung banyak yang memuji cover Loka bagus, akhirnya saya menaikkan paket penerbitan jadi 200 ribu. Mengingat saya juga harus menggaji Wulan, Rizky, dan Lisma. Saya ketemu klien kedua, kali ini penulisnya laki-laki. Dia sudah kirim naskahnya dan saya serahkan kepada Lisma untuk di-edit. Namun, belum apa-apa penulis ini sudah meributkan cover. Dia ingin cover-nya buatan sendiri. Oke, saya coba lihat dulu hasil cover-nya. Kemudian saya dan tim Loka pun kaget karena cover-nya terlihat asal-asalan. Berhubung penulis ini juga belum bayar, saya sudah kasih nomor rekening, mengingatkan juga tapi cuma diam saja. Ya sudah, saya lepas penulis ini. Sudah ada perasaan tidak enak. Saya yakin masih banyak yang mau menerbitkan naskahnya di Loka. Dan benar saja, setelah seminggu kemudian ada dua penulis yang minta nomor rekening untuk bayar biaya penerbitan.
Dulu naskah Dinda, Lisma yang edit. Namun berhubung Lisma sudah saya berikan naskah Pelangi di Langit Mendung—cerpen yang dikembangkan jadi novel yang saya tawarkan kepada Rositi untuk terbit gratis karena saya suka. Kepala saya pusing saat meng-edit naskah yang EBI-nya kacau.
Naskah seterusnya yang saya edit pun begitu. Akhirnya saya dan Wulan membuat program #LOKABahasa, share Ejaan Bahasa Indonesia.


Novel Reach Out to Me karya Adinda Amara

Masalah selanjutnya adalah masalah yang membuat saya sempat patah semangat. Masalah internal. 
Saat itu saya baru sampai kampus, ada BBM yang masuk dari Rizky Dewi. Dia bilang, "Mbak, ada sesuatu yang mau saya bicarakan."
Saya balas, "Apa, Ky?"
Rizky balas BBM saya lama, membuat saya dag dig dug. Dalam hati saya sudah ada perasaan tidak enak. Pikiran saya Rizky pasti mengundurkan diri. Dan beberapa menit terbuang ketika saya menunggu balasan Rizky Dewi, dugaan saya benar.
"Maaf Mbak, saya mau mengundurkan diri dari Loka."
Oh, Demi apa Rizky keluar? Aset berharga saya keluar? Karena apa? Masalah apa?
"Saya lagi banyak tugas kuliah, Mbak. Saya cuma merasa tidak enak saja, soalnya pasti kalau desain cover bakalan lama."
Saya coba tenangin diri dulu. Tarik napas. Saya tidak bisa melepaskan Rizky Dewi. Dia sudah masuk dalam sejarah didirikannya Loka. Dia sudah saya anggap seperti keluarga sendiri.
"Begini, Ky ... kalau memang kamu lagi sibuk, tidak apa-apa kamu istirahat sementara dulu saja. Kamu fokus nugas dulu. Loka nanti-nanti. Kamu desain sebulan juga tidak masalah, tapi jangan keluar, ya. Itu bukan solusi yang tepat. Saya anggap kamu cuti saja. Jangan keluar. Loka baru berdiri, saya sudah anggap kamu kayak keluarga sendiri. Bantu saya merintis Loka bareng Kak Wulan sama Lisma, ya?"
Rizky pun tak berapa lama membalas BBM saya, yang sempat membuat saya dag dig dug dia tetap ingin keluar.
"Makasih atas pengertiannya, ya, Mbak. Jujur, saya merasa tidak enak. Iya, itu pasti. Loka sudah jadi keluarga saya. Oke, semangat!"
Alhamdulillah. Rizky tidak keluar. Akan tetapi beberapa hari kemudian ... saya ribut-ribut dengan Lisma karena kesal dia menyerah menyunting naskah yang saya suruh. Dia juga akhir-akhir ini malas dan lebih suka mendesain. Saya memberi dia pilihan, mau jadi editor atau jadi desain cover? Lisma tidak pilih dua-duanya. Dia minta maaf dan memilih mengundurkan diri. Rasanya bagai ditimpa batu raksasa. Saya dengan sangat kecewa harus melepaskan Lisma meski sudah menahannya untuk tidak keluar. Kecewa. Marah. Bukan marah pada Lisma, tapi marah pada diri sendiri karena terlalu berharap pada manusia.
Namun, saya coba ikhlaskan dan menerima keputusan yang dia ambil. Bila memang berjodoh di Loka, suatu saat dia kembali. Seperti Steve Jobs yang dipecat dari Apple oleh dewan direksi karena ketidaksetujuannya tentang masalah bisnis, tapi pada akhirnya dia kembali lagi ke Apple. Setelah itu, saya mencari pengganti Lisma, Idha Febriana.
Semua pun kembali baik-baik saja, tapi setelah itu masalah-masalah lain pun datang. Masalah yang lebih besar. Membuat Lokamedia berada di ujung tanduk.
"Kenapa, ya, dari awal buka usaha, kok, Loka dapat masalah terus?" kata Wulan sambil menyelipkan emoticon :'(
"Allah hanya mengetes kita, Say. Mau sungguh-sungguh atau tidak di bidang ini."


Loka Media Akhirnya Berdiri Sendiri
Saya sudah membahas masalah internal maupun eksternal. Pertama, menunggu buku cetak dan pengiriman dalam jangka waktu yang lama, ISBN pun keluar lama. Sampai masalah internal ada satu partner Loka yang keluar, hingga masalah paling besar yang membuat Loka berada di ujung tanduk.
Semenjak ISBN keluar sampai sebulan, saya mulai curiga. Kemudian saya coba tanya-tanya ke rekan yang memiliki usaha penerbit indie juga. ISBN katanya keluar maksimal 3 hari. Wow! Saya kaget dong, ya. Lantas, apa masalahnya dengan kami yang ISBN-nya kok bisa keluar sampai sebulan?
Oke, sebelum menguak misteri ISBN kenapa keluarnya lama, mari bertualang dengan saya dulu mencari payung sebelum hujan. (Baca: solusi).

==
Di Sejarah Didirikannya Penerbit Loka Media, saya membahas jika kami mendirikan penerbit indie berawal dari lini. Kami (saya, Lisma, Wulan, dan Rizky Dewi) patungan untuk membayar pendaftaran menjadi lini. Sebagai lini, kami hanya terima beres soal pengurusan ISBN, tidak boleh cetak di tempat lain, dan aturan lainnya karena induknyalah yang mengurusnya. Jadi ... ilmu saya masih nol besar soal ISBN, bagaimana cara mendaftar dan lain-lain. Saya hanya disuruh mengirimkan layout naskah yang kami terbitkan—tidak lupa mencantumkan kata pengantar/ucapan terima kasih yang katanya sebagai syarat pendaftaran ISBN. Dan ... ini dia yang mencurigakan, saya harus bayar lima puluh ribu setiap daftar, padahal daftar ISBN itu GRATIS TIS TIS! (Saya tahu setelah mengobrol dengan Nerin Richa).
Berhubung masih menyisakan kecurigaan, saya coba ngobrol dengan Anisa—owner Penerbit AE Publishing. Saya bertanya seputar syarat pendaftaran ISBN. Nisa memberikan saya beberapa file pdf. Dia kemudian meminta layout naskah kami. Nisa menemukan kejanggalan, makin kaget ketika saya bilang harus bayar untuk daftar.
"Kamu sudah bayar jadi lini sekian, terus suruh bayar juga saat daftar ISBN. Ini namanya ...."
"Mungkin untuk cetak buku buat ke PNRI seperti Kak Nisa bilang," jawab saya masih tetap berprasangka baik.
"Ya sudah, cerita saja kalau ada yang aneh lagi."
"Oke, Kak. Makasih atas ilmunya."
Setelah chatting dengan Nisa, saya coba bertanya ke pemimpin induk mengenai lini apakah masuk akta notaris atau tidak? Jawabannya malah membuat saya curiga lagi.
"Rugi kamu daftar jadi lini sekian rupiah kalau nggak masuk akta notaris. Lini yang sudah masuk akta bisa daftar ISBN sendiri. Kalau tidak, pakai logonya dua. Cantumkan di back cover dua logo, induk dan lini. Pun sama dengan kerja sama."
Oke, sudah bisa ditarik kesimpulan kalau Loka Media tidak masuk akta notaris induk. Judulnya adalah ... saya ditipu. Saya, Ariny, Dhesfi, dan Reyhan, sudah tahu jika lini-lini tidak masuk akta notaris. Jadi biaya pendaftaran untuk jadi lini sekian rupiah itu lantas untuk apa? Bisnis? Seharusnya dijelaskan di awal dan ada hitam di atas putih (surat perjanjian kerja sama). 
Oke, ini salah saya juga karena tidak riset dulu soal penerbitan sebelum membuka usaha. Kemudian, kesalahan kedua yang fatal, saya mudah (terlalu percaya) pada orang. Perang dimulai. Kami minta pertanggungjawaban penerbit induk. Syukurlah, pemimpin induk mau memperbaiki kesalahannya. Dia buat akta perubahan dan memasukkan lini-lini ke akta. Setelah akta jadi, lini yang didaftarkan Arsha Teen, Reybook & Loka Media dulu. Dia bilang validasi akun menunggu waktu maksimal 3 hari. Di saat kondisi yang kacau-balau, Ariny masih sempat-sempatnya mengajak saya taruhan. Validasi atau ditolak?
Dua minggu berlalu, ada kabar baik datang. Akun Arsha Teen sudah divalidasi. Namun, akun Loka dan Reybook belum valid juga. Pupus harapan, waktu sebulan sudah berlalu. Akun Loka belum juga divalidasi. PNRI bilang, peraturan sekarang lini yang divalidasi hanya satu akun. Pemimpin induk minta maaf dan akan mengganti uang para lini.
==
Masih ada satu jalan keluar. Saya keluar dan menjadi lini AE Publishing. Akan tetapi, tetap saja saya tidak bisa daftar ISBN sendiri karena tentunya lini AE sudah dua yang divalidasi PNRI. Saya minta tolong Nisa untuk membuatkan kami akta notaris. Namun, harus mewakilkan satu orang ke Malang. Oh, bukan cara efektif. Saya tidak bisa ke Malang. Wulan juga tidak bisa. Mau tidak mau saya harus menyelesaikan masalah ini sendiri. Di sini. Membuat akta notaris di Jakarta.
Jujur, saya benar-benar awam menyangkut urusan ini, tetapi mau bagaimana lagi. Sudah telanjur basah, mandi sekalian. Meski sudah pupus harapan, saya yakin setiap masalah ada jalan keluarnya. Saya coba tanya-tanya biaya membuat akta. Nerin—dari Riau. Di sana membuat akta 5 juta. Kak Nisa—dari Malang, 1 Juta. Katanya sekarang mungkin biayanya sudah naik.
Jakarta ….
Saya belum berani datang ke notaris jika belum paham betul mengenai ini. Saya sampai beli buku tentang "Hukum Bisnis", perbedaan cara membuat PT dan CV. Meski sebelumnya saya sudah tanya Google dan dibantu oleh Nisa. Oke, saya sudah mulai paham.
Saya minta tolong Mondy—kantornya dekat notaris. Tanya biaya membuat akta berapa. Mondy memberikan kartu nama notarisnya beserta rincian biayanya. Seketika saya ingin pingsan, 7 JUTAAA! Uang dari mana 7 JUTAA?
Tanya lagi ke Nisa, kenapa di Jakarta biayanya sampai mahal.
"Itu paket lengkap kayaknya. Cobalah kamu saja yang ke kantor notarisnya langsung, tanya biaya buat akta saja berapa. NPWP, dan lain-lain kamu saja yang urus."
Oke, meski masih enggan ke kantor notaris, pada akhirnya kedua kaki saya menginjakkan kaki di sana juga. Deg-degan. Dalam hati saya berharap angka yang disebut 1 juta. Namun, setelah ketemu dengan karyawannya, mbak itu menyebutkan angka 3 JUTA. Hanya untuk akta notaris saja?
WOW! 
Pulang. 
Menangis di kamar. Bahkan uang tiga juta saja saya tidak punya. Ingin meminjam uang pada Ayah, saya sudah tahu jawabanya beliau tidak akan memberikan saya uang pinjaman. Ayah dan Ibu sampai saat ini belum sepenuhnya setuju saya terjun ke dunia literasi dan penerbitan. Naskah yang antre terbit banyak. Sementara saya selaku Pemred Loka sedang sibuk menggalau vakum atau lanjut.
"Semangat, Mbak. Usaha itu tidak selalu jalannya mulus. Banyak yang mau menerbitkan di Loka. Jangan nyerah, ya," ujar Rizky ketika saya menumpahkan masalah ini.
"Oke, semoga saya bisa menemukan jalan keluarnya."
Saat manusia sudah berusaha, hal yang dilakukan untuk terakhir kali tentu saja berdoa. Berserah diri pada Allah.
Allah, mudahkan urusan kami, jangan dipersulit.
Beberapa hari kemudian, Allah mengabulkan doa saya. Allah memberikan saya jalan keluar dengan mengirimkan perantara, Dhesfi. Teman saya di dunia maya—sama-sama lini yang dibohongi, dia mau membantu Loka berdiri sendiri.
Allah memang Mahabaik. Yang harus saya ingat, tidak mungkin ada masalah jika tidak ada jalan keluarnya dan tetap berprasangka baik pada Allah. Allah kirimkan lagi orang baik, namanya Anis. Dia sering makan di warung orang tua saya. Awalnya kami hanya mengobrol soal orang yang bekerja tidak sesuai dengan jurusan dan obrolan kami pun mulai mengarah tentang CV dan PT. Karena ternyata beliau kerja di notaris.
"Kamu buat akta lewat biro jasa saja. Tidak sampai 3 juta, kok. Palingan cuma 1 juta, tapi sepertinya tidak sampai."
Anis mencatat nomor handphone biro jasa kenalannya.
"Jadi nanti kamu terima beres. Biro jasa yang urus."
"Makasih, Mbak. Makasih banget pokoknya."
"Sip, nanti hubungi Pak Andre saja."
Besoknya saya langsung SMS Pak Andre.
"Pak, saya mau buat akta. Urus NPWP, domisili, sampai pengesahan. SIUP, TDP, dan lain-lain. Itu nanti saja. Berapa biayanya?"
"Akta saja 1 juta, kalau mau urus NPWP sampai pengesahan 1,5."
"Tidak bisa dikurangi, Pak? 1,3 deh, Pak."
"Boleh, deh." Setelah deal, saya langsung telepon Dhesfi. Dhesfi bilang oke. Besoknya dia transfer 1 juta, sisanya 300 ribu dari saya.
Karena saya malas sembunyi-sembunyi ketemuan dengan Pak Andre, akhirnya saya jujur ke orang tua saya kalau saya—buka bisnis penerbitan. Sempat takut, Ayah dan Ibu marah. Tapi ternyata mereka mendukung. Setelah menyerahkan KTP saya dan Ayah beserta kartu keluarga, akta pun diproses. Saya selaku direktur utama tanda tangan, Ayah selaku komisaris. Berkas dibawa lagi ke kantor notaris. Besoknya Pak Andre membawa map warna orange, bahwa akta CV. LOKA MEDIA sudah jadi. Saya tersenyum lega. Alhamdulillah. Namun, saya baru sadar kenapa namanya dipisah.
“Pak, saya sudah bilang ke Bapak namanya disambung, lho. Lokamedia. Kenapa jadi dipisah?”
“Peraturan sekarang membuat CV namanya harus terdiri minimal dua suku kata.”
“Oh begitu. Terima kasih, Pak.”
Saya langsung daftar penerbit ke PNRI. Tiga hari sudah berlalu, tapi akun Loka Media belum juga divalidasi. Air mata menetes lagi. Saya ingin menyerah. Bolehkah saya menyerah saja?
Saya coba tenangkan diri dulu. Mencoba daftar untuk kali kedua, dengan data yang tentunya sudah valid. Upload scan-an akta notaris dari halaman pertama sampai akhir. Itu pun setelah menemukan cara export ke pdf dengan mengatur ukurannya supaya kecil. Sudah daftar. Saya langsung telepon PNRI untuk meminta kepastian karena sudah pasti saya tidak akan tenang mengerjakan apa pun bila urusan ini belum selesai. Diangkat oleh perempuan. Saya langsung tanya soal Loka.
"Datanya tidak valid, Mbak. Harusnya akta notaris lampirkan keseluruhan dari awal sampai akhir."
"Sudah, Mbak. Saya sudah daftar ulang, kok."
"Oh, oke sebentar. Saya cek dulu."
Dag-dig-dug.
"Oh, ini sudah valid. Baik, akan segera kami validasi."
Alhamdulillah. Beberapa menit kemudian saya mendapat e-mail konfirmasi dari PNRI. Obrolan saya berlanjut mengenai apakah benar lini yang divalidasi hanya satu, sedangkan penerbit lain bisa.
"CV lingkupnya kecil, Mbak. Kecuali PT. Tolong bilang ke teman Mbak, ya. Suruh buat CV saja seperti Loka Media."
"Oh, oke, Mbak. Itu maaf, ada yang ingin saya tanyakan lagi. Apakah benar jika penerbit sudah mencapai kuota 500 judul, tidak bisa daftar ISBN lagi?"
"Wah, dapat informasi dari mana itu, Mbak?"
"Dari X."
"Itu informasi yang salah, Mbak. Sampai seribu judul pun kami layani. Asal mematuhi aturan undang-undang, mengirim bukti terbit ke PNRI dan perpustakaan daerah."
"Oh, jadi begitu, ya. Saya pikir X tidak bisa daftar ISBN karena sudah memenuhi kuota 500 judul."
Tim ISBN di sana tertawa. "Itu salah. Akunnya kami kunci dulu, makanya tidak bisa daftar ISBN. Kalau yang bersangkutan sudah menyelesaikan masalahanya, baru akunnya kami buka lagi."
Ternyata .... 
Ya Tuhan. Jadi inilah jawaban kenapa ISBN keluarnya selalu lama? 
Yang jelas, berkat masalah ini. Berkat dia menipu saya, Loka jadi berdiri sendiri.
Setiap masalah, selalu ada hikmahnya.
Allah, terima kasih.

==

Januari 2017, kami mengubah sistem penerbitan naskah berbayar menjadi seleksi seperti mayor dan gratis.
Tahun 2018 sampai sekarang, kami masih fokus di naskah novel dan nonfiksi.
Juli 2019, karena banyak permintaan dari komunitas yang ingin menerbitkan buku di Loka Media, maka kami pun mendirikan SAL (Sobat Aksara Loka), imprint dari Loka Media khusus menerbitkan naskah komunitas dengan jalur berbayar.
Naskah yang diterbitkan antara lain:
√ Kumcer √ Puisi √ Resensi √ Kutipan √ Fiksi Mini √ Novelet



  
Pencapaian Loka Media
(2016-2019)

-          Mendapat apresiasi “indie rasa mayor”
-          Berhasil menggaet penulis mayor Lovya Diany, Citra Novy, Putu Felisia, dan penulis mayor lainnya
-          Bekerja sama dengan SCOOP yang sekarang diubah menjadi Gramedia Digital
-          Buku didistribusikan di Togamas Surabaya dan Togamas Malang
-          Buku didistribusikan di Graha Media Makassar
-          Bekerja sama dengan perusahaan Tiongkok, i-Reader dalam menjual ebook
-          Artikel tentang Loka Media dimuat Kumparan dan C2live
-          CEO Loka Media, Devi, pernah menjadi bintang tamu di acara DK Show, Beritasatu TV membahas seluk-beluk buku indie dan Loka Media
-          Berhasil menggaet produser Beritasatu TV menerbitkan buku di Loka Media
-          Berhasil mendistribusikan ke seluruh toko buku nasional yakni buku berjudul Ibu Pilihan Tuhan karya Rizka Azizah (mantan redaktur Femina) bekerja sama dengan Penerbit Tiara Femina, lini Serambi
-           Berhasil mendistribusikan buku berjudul Hijrah Asmara ke seluruh toko buku nasional dengan mandiri (menggunakan logo full depan-belakang Loka Media)
-          Kolaborasi lomba menulis dengan platform menulis Tinlit.com

Rabu, 05 Oktober 2016

Review Novel Kucing Emas



Penulis : Rizky Kurniawan
Penerbit : Arsha Teen
Jumlah hlm : 216 hlamn
Editing Aksara : Ariny NH
Terbit : Agustus 2016


Blurb:
Mata bulat Kara menari-nari, bersinergi mengikuti gerak kursor yang digerakkan tangannya melalui mouse. Apa yang dibacanya benar-benar di luar dugaan. Profil fauna yang akan mereka teliti nyatanya jenis fauna langka yang diduga pernah punah 100 tahun lalu.
100 tahun?” Kara bergumam tak percaya.

**
Kara tidak menyangka, perjalananya ke Jambi nyatanya bukan hanya sekadar perjalanan menemukan Pitta Schneideri. Ada satu lagi misteri Gunung Kerinci yang bahkan kini menjadi bagian dalam hidupnya. Kucing Emas.

Jumat, 02 September 2016

Alasan Kenapa Pelangi di Langit Mendung Harus dikembangkan Jadi Novel




Pelangi di Langit Mendung awalnya adalah sebuah naskah cerpen. Pernah masuk 10 besar cerpen terbaik pilihan Loka Media.
Kenapa saya memilih Pelangi di Langit Mendung untuk dikembangkan jadi novel? Kenapa tidak juara satu atau dua saja yang saya tawari untuk terbit gratis?
Alasannya, beberapa kali saya membaca cerpen Pelangi di Langit Mendung, tidak pernah ada bosannya. Saya suka Rositi menyajikan sebuah kisah dengan memasukkan nama-nama tokoh yang unik. Mendung Srikandi, Langit Ramadhan, Raja, Ratu, Pelangi, Awan—anak Mendung.

Minggu, 28 Agustus 2016

Satu Hari Bersama Ariny NH





Ariny Nurul Haq atau Ariny NH adalah gadis kelahiran Solo, 16 September 1992. Namun sekarang tinggal di Martapura. Penulis yang mempunyai keterbatasan fisik, namun itu tak membuatnya patah semangat.
Kali pertama kenal dengan Kak Ariny pertengahan tahun 2012. Saat itu saya baru memasuki dunia literasi dan sering mengikuti event di penerbit indie termasuk penerbit Kak Ariny. Dulu, pernah ikut event puisi, dan Alhamdulilah puisi saya nggak lolos. XD

Sabtu, 27 Agustus 2016

Menjalani Usaha Penerbit Indie (Loka Media) Part1


Novel karya Adinda, penulis pertama yang menerbitkannya di Loka.


Dulu, saya pernah menulis “Sejarah Didirikannya Penerbit Loka Media”, sekarang saya ingin share pengalaman selama saya menjalani usaha di bidang penerbitan. Sebenarnya sudah lama ingin menulisnya, tetapi ... karena masih banyak job saya baru sempat menuliskannya.
Menjalani usaha memang tidak selalu jalannya mulus, apalagi jika perusahaan baru. Kita harus merintis dari bawah dulu, menikmati proses sampai suatu saat benar-benar ada di puncak.
Buku pertama yang Loka terbitkan adalah When I Open My Eyes dan I Miss You hasil dari event cerpen yang kami adakan, sebenarnya itu adalah lomba cerpen yang saya adakan di penerbit lain—sudahlah saya tak mau membahasnya lagi.
Pertama, masalah yang kami alami adalah mengenai ISBN. Entah kenapa semenjak saya masuk jadi lini Pena House, ISBN keluarnya lama. Biasanya paling lama satu minggu, ini sampai dua minggu.
Tapi tetap Alhamdulilah karena ISBN keluar.

Selasa, 28 Juni 2016

Ternyata Penerbit Abal-Abal


Entah kenapa saya ingin sekali menulis artikel ini setelah dunia literasi sedang digemparkan oleh berita penerbit abal-abal. Ada pepatah mengatakan, kalau kita mau sukses memang harus mengalami yang namanya ditipu dulu. Hoho, siapa yang belum pernah ditipu? Kalau ada orang yang belum pernah merasakan ditipu atau di-PHP-in, bagi saya hidupnya sungguh membosankan. Datar. Oh, maaf. 

Okelah, kembali ke tema. Penerbit abal-abal. Dulu sebenarnya saya tidak tertarik dengan penerbit indie, karena naskah-naskah saya lagi sepi ACC di mayor, akhirnya saya coba kirim ke penerbit indie kebetulan yang punya penerbit juga adalah teman saya sendiri. Novel saya terbit, tanpa ISBN. Katanya hanya formalitas saja, katanya. Karena dulu saya masih awam di dunia penerbitan jadi saya hanya manut saja. 

Senin, 27 Juni 2016

Review Novel Cinta Tanpa Jeda


Judul : Cinta Tanpa Jeda
Penulis : Dela Maifitri
Cetakan 1, Maret 2016
Penerbit : MNC (Media Nusa Creative)

Sinopsis:
“Sesulit apa mencintai seseorang yang berkorban banyak hal dalam hidupnya demi kita? Apa memberikan cinta kepada seseorang yang tulus mencintai kita adalah hal yang menyakitkan?”

Minggu, 19 Juni 2016

Setiap Orang Punya Keahlian yang Berbeda-beda

(Ini gambar teman saya, ya. :D)


Dulu, saya iri dengan orang yang bisa melukis. Saat itu saya langsung menuju Gramedia membeli buku sketsa dan pensil 2B.
Saya coba menggambar beberapa, gambar manusia. Setelah jadi, saya perlihatkan pada teman-teman, lalu mereka bilang katanya gambar saya nggak bisa dibilang bagus yang artinya jelek. Ada juga yang berkomentar lebih wow lagi, gambar saya katanya seperti gambar anak SD. Lalu, saya cerita sama teman yang ahli di bidang gambar, dia kuliah mengambil jurusan seni rupa. Dia bilang, “Lanjut, Mbak. Dulu malah gambar saya pernah dicoret-coret sama dosen lho.”

Rabu, 23 Maret 2016

NOVEL HONESTLY - VIE DEVH





Judul : Honestly
Penulis : Vie Devh
Genre : Teenlit (Romance)
Tebal : 215 hal.

ISBN : 978-602-389-185-9

Harga : Rp. 49.000,-


SINOPSIS BACK COVER

“Bagiku, cinta itu sebuah proses. Seperti ulat yang bermetamorfosis hingga menjadi kupu-kupu yang indah. Begitu juga dengan cinta, dia bermetamorfosis dari sebuah pertemuan, perkenalan, dekat dan kemudian saling memahami, hingga menjadi akhir yang indah.”
-Nuning-

“Bagiku ... cinta itu adalah bayangan. Bayangan yang selalu menyiksa, menghantui, dan membuatku risau karena tak pernah lelah memikirkannya.”
-Aldo-

"Mungkin aku memang ditakdirkan memiliki cinta yang kamu inginkan."
-Fira-

"Dendam akan luruh bersamaan dengan hadirnya cinta dalam hati."
-Bilal-

“Kisah Nuning dan Aldo dalam novel ini patutnya menjadi cermin bagi kita, terjebak cinta pertama bukan pilihan yang bijak untuk kebahagiaan di masa depan. Inspired youth. Salute!”
(Nuniek K. R : Penulis dan Blogger)



Novel Honestly adalah novel keempat yang saya tulis di pertengahan tahun 2013. Masih dalam tahap belajar menulis. Di novel pertama—Permintaan Hati, saya melibatkan diri saya sendiri sebagai tokoh utama, pun sama di novel ini. Cerita tentang pengalaman saya selama PKL di hotel dan dibumbui dengan unsur romance. Memang tidak semuanya nyata. Ada beberapa cerita dan konflik serta tempat yang saya bumbui dengan fiksi. Novel ini mungkin bisa dibilang seperti drama, agak lebay. Tapi inilah cerita adanya, saya selalu menulis apa yang diinginkan para tokoh. Belum sempurna memang, saya masih terus belajar berkarya lebih baik lagi.  

oOo


Saya kasih bocoran 2 Bab, ya. ^_^

Senin, 21 Maret 2016

Modal Jadi Penulis



Ada yang ingin menjadi penulis?
Saat ini pekerjaan penulis memang banyak diminati orang, meskipun profesi penulis tidak bisa dimasukkan ke dalam KTP. Menyedihkan, ya. Mungkin karena semua orang berpikir siapa saja bisa jadi penulis karena menulis itu gampang. Oke, silakan saja jika kau beranggapan demikian. Kau akan merasakan gampang atau tidaknya jadi penulis ketika kau terjun ke dunia literasi langsung.
Materi ini saya bawakan untuk writing class yang diadakan suatu komunitas bernama PSIKOLOGID. Saya diundang untuk share ilmu atau pengalaman saya hingga menjadi seorang penulis. Nervous, karena ini kali pertamanya buat saya, biasanya kan saya hanya berkutat di depan laptop, saat kemarin share ngomong di depan para peserta, gagap. But, Kak Antonius—penulis best seller yang menjadi pembicara juga memaklumi karena saya baru pertama. Lumayan katanya. Hehe. Tapi tetap saja kalau ingat rasanya memalukan. :3

Saya memang belum sehebat Tere Liye, Andrea Hirata, dan penulis keren-keren lainnya, tapi tak ada salahnya membagi ilmu bukan? ^_^

Kamis, 17 Maret 2016

REVIEW NOVEL BEFORE US, TEST PACK, UNFRIEND YOU, MENJADI SELAMANYA & MARS

Akhirnya ada waktu juga untuk me-review novel setelah sibuk dengan urusan penerbitan dan kuliah. Kali ini saya akan me-review beberapa novel sekaligus dalam sekali postingan. Ada lima novel yang berhasil saya baca sampai ending di pertengahan Februari-Maret ini. Maklum kawan, akhir-akhir ini sibuk, jadi baca satu novel paling cepat 3 hari.

Entahlah, kepala saya sekarang suka pusing kalau kelamaan baca. :3 kalau pusing saya langsung ketiduran dan makanya paling nggak bisa baca di perpustakaan karena nggak bisa tiduran. Lol. -_-

Okey, langsung saja. Chekitdotttt!

  1. BEFORE US – ROBIN WIJAYA


    Novel ini bercerita tentang seorang pria yang punya ketertarikan kepada lawan jenis dan sesama jenis. Sebut saja namanya Bisex. Novel ini diceritakan menggunakan sudut pandang utama “aku” dari sudut pandang si pria. Tokoh utama bernama Agiel, dia sudah bertunangan dengan wanita bernama Ranti.

    Saya baru tahu kalau Agiel adalah seorang bisex ketika dia menginap di

Sabtu, 12 Maret 2016

ARTIS INDO YANG MIRIP DENGAN ARTIS KOREA

Entah mata saya yang bermasalah atausiapa tahu ada yang sependapat dengan saya. :3

Konon, ada 7 wajah di dunia yang mirip dengan kita. Dan kali ini saya akan posting beberapa artis Indo yang mirip dengan artis Korea. 

Baiklah, ini dia dua orang yang menurut saya mirip. Tolong jangan bully saya, ya. :v


1. Velove Vexia dengan Park Shin Hye

Saya sudah lama menyadari kemiripan Velove dengan Shin Hye saat menonton sinetron Velove yang dulu tayang di RCTI itu, yang bareng sama Rafi Ahmad terus Velove pura-pura jadi cowok. Saya lupa judulnya. Nah, saya keinget drama You're Beautiful di mana Shin Hye juga pura-pura jadi cowok di drama ini. 

Jumat, 11 Maret 2016

SEJARAH DIDIRIKANNYA PENERBIT LOKA MEDIA

Sejarah Didirikannya Penerbit Loka Media

Sebetulnya, saya tidak menyangka bisa membuka penerbit indie. Mulanya, mungkin karena kesal pada salah satu penerbit indie yang sudah mengecewakan saya dan semakin kesal ketika ada yang komentar naskah yang diterbitkan di indie tidak berkualitas. Akhirnya, dengan amarah yang sudah semakin besar, saya nekat membuka penerbitan.
Dari dulu saya ingin sekali membuka usaha, mengingat keluarga saya adalah wirausaha semua. Akan tetapi saya masih bingung mau membuka usaha apa? Yang ada di otak saya hanya restoran, kafe, atau akomodasi karena sejak SMK dibekali ilmu bisnis akomodasi, food product, dan food and beverage. 
Selama pertengahan semester, saya baru terjun ke dunia literasi. Untuk urusan tulis-menulis mungkin saya masih bisa, tapi kalau terjun ke dunia penerbitan, oh ... saya harus belajar dulu. Oke, masih belum yakin. Saya tunda dulu keinginan ini.
Beberapa bulan kemudian, saya coba ngobrol dengan Ariny NH mengenai penerbitan indie. Sudah ada sedikit gambaran, tapi tetap saja saya masih belum percaya diri. Lalu saya coba ngobrol dengan Desi karena berhubung dia sering jadi PJ event.
"Kak, saya ingin mendirikan penerbitan, tapi belum yakin. Entahlah, saya masih awam banget."
"Ya ampun, Dev. Kamu kalah sama Desfi. Lihat tuh, Desfi juga awam banget soal penerbitan, tapi dia mau belajar dan pada akhirnya bisa."
Baiklah, saya simpan komentar darinya di kepala sambil berdoa, Ya Allah mudahkan, beri saya jalan.
Beberapa bulan kemudian, saya ditawari teman jadi Admin penerbit indie. Wah ... boleh juga, nih. Alhamdulilah, di sini saya dapat ilmu mengenai penerbitan karena teman saya ini rencana mau go to mayor meski pada akhirnya dia berujung menipu saya dan para penulis.
Untuk modal saya belum ada uang banyak, kemudian diberitahu Desi jadi lini penerbit Penerbit X saja (Nama sengaja saya samarkan). Ah, kesempatan! Akhirnya saya dibantu Desi untuk meminta kontak owner-nya. Wawancara via WhatsApp dengan X lancar dan tekad saya pun makin bulat. Kemudian saya berpikir, saya harus mencari partner yang enak diajak kerja sama. Yang saya butuhkan sebenarnya hanya dua orang, penata letak dan designer cover. 
Saat itu orang yang ada di pikiran saya adalah Ragiel JP. Saya coba ajak Ragiel, tapi jawaban dia tidak meyakinkan. Akhirnya saya coret nama dia. Kemudian, nama kedua yang ada di otak saya Lisma Laurel. Lisma mau, tapi dia tidak bisa me-layout naskah, dia minta pekerjaan lain selain desain cover  dan layout naskah. Oke, akhirnya saya beri dia pekerjaan jadi editor. 
Sudah dapat satu orang. Saya terpaksa harus mencari dua orang lagi yang bisa desain cover dan layout naskah. Nama yang ada di kepala saya saat itu Wulan Kenanga, Witri Prasetyo, dan Rean. Saya tanya satu per satu. Jawaban Rean tidak meyakinkan. Saya coret. Jawaban Witri juga tidak meyakinkan, saya coret lagi. Terakhir, Wulan. Dia bilang tidak bisa me-layout naskah, tapi kalau belajar insyaallah bisa. Baiklah, tinggal mencari yang bisa desain cover saja.
Sebelumnya saya ingin membahas untuk nama penerbit dulu. Nama yang ada di kepala saya saat itu adalah "Teratai". Akan tetapi saya ingin teratai dalam versi bahasa Korea. Teratai dalam bahasa Korea adalah Bu Young. Ah, tidak bagus. Kemudian nama yang muncul lagi "Bunga Matahari" dalam bahasa Korea. Saya tidak sreg juga. Saya suruh Lisma mencari nama, dia juga bingung. Akhirnya saya rehat sejenak mencari nama lagi.
Saat itu yang terpikirkan oleh saya adalah nama "SEKAI". Sekai adalah "Dunia". Oh, boleh juga, deh. Saya save namanya, tapi kalau digabung jadi Sekaimedia, kurang bagus kedengarannya, kata Desi. Lalu dia rekomen nama Cahaya dan Sinar dalam bahasa Jepang. Tidak ada yang sreg. Oke, rehat lagi. Berpikir lagi. Saya coba ngobrol dengan Wulan. Dia jawab, "Nah, itu dia yang paling bingung cari nama. Coba kamu kasih satu nama terus saya coba cari di Google."
"Coba cari cahaya dan sinar dalam bahasa Korea, Jerman, Belanda dan lain-lain, Kak. Ambil yang paling enak dibaca."
Wulan memberikan saya beberapa arti dalam bahasa Korea dan lagi-lagi tidak ada yang saya suka. Wulan pun sama. Padahal saya terpikirkan cahaya agar si penulis bisa bersinar. Namun dengan berat hati saya harus melepaskan nama cahaya dan sinar dalam versi bahasa asing.
Baiklah, satu nama lagi yang belum tereliminasi. Dunia. Kenapa saya terpikirkan akan dunia? Karena semenjak naskah saya di-PHP-in mayor, melihat teman-teman saya pun demikian, melihat novel-novel di rak obralan, lalu membaca postingan Seno Gumira, "Karya penulis Indonesia sebenarnya sudah bagus, hanya minat bacanya saja yang rendah." Oke, dunia. Terselip doa agar karya yang diterbitkan di penerbit kami bisa mendunia. Tidak dijual di toko buku Indonesia saja. Namun, nama dunia dalam versi bahasa asing tidak ada yang membuat saya dan Wulan tertarik. Akhirnya Wulan mencari sinonim dari dunia. Di sana ada semesta, nusantara, jagat raya, loka, dan lain-lain. Wulan rekomen salah satu nama. 
"Gimana kalau Loka saja?"
"Ah, iya, Loka saja. Lokamedia. Eh, tapi kok jadi seperti Moka media, ya?"
Wulan dan saya tertawa.
"Tidak apa-apa. Kan beda arti."
Oke, nama sudah fix. Lokamedia. Saya langsung SMS Lisma, dan dia, sih, katanya setuju-setuju saja. Minta pendapat Desi juga katanya bagus. Alhamdulillah. Tinggal mencari orang yang bisa desain cover.
"Saya punya teman yang bisa gambar, nanti saya coba tanya dia mau join atau tidak. Namanya Rizky. Gambarnya bagus, kok." Wulan kemudian memberi contoh gambar hasil karya Rizky yang hanya berupa sketsa saja belum diwarnai. 
"Baiklah, ajak dia join kalau mau."
Alhamdulillah, Rizky mau gabung. Namun saya sempat waswas karena dia kaku dengan versi cover digital.
"Ky, please kamu belajar Photoshop, ya. Atau pake software lain yang buat bikin cover. Kamu belajar pelan-pelan saja."
"Oke, Mbak. Ini ada teman saya yang bisa versi digital, gimana kalau saya yang bikin ilustratsinya terus teman saya yang bikin cover-nya?"
"Oh, boleh, deh. Ajak teman kamu, ya, kalau mau."
Akan tetapi temannya Rizky tidak bisa ikut join dan mau tidak mau saya memaksa Rizky untuk belajar.
"Oke, Mbak. Nanti saya tanya-tanya temen."
"Oke, semangat, ya. Kita semua masih sama-sama belajar."
Saya juga menyuruh Lisma untuk pelajari lagi Ejaan Bahasa Indonesia, unggah file-file tentang EBI yang ada di Kobimo, karena itu sangat bermanfaat dan nanti dibantu oleh saya kalau kewalahan.
Alhamdulillah, tanpa harus mencari orang lagi, hasil kerja Lisma bagus, hasil layout Wulan bagus, gambar Rizky juga bagus, dan semakin bagus saat sampulnya didesain oleh Wulan. Teman saya memuji, "Kamu keren Say, berhasil merekrut orang-orang hebat."
Karena semangat merekalah, yang membuat mereka jadi hebat!



PENERBIT LOKA MEDIA
BERDIRI SEJAK 17 FEBRUARI 2016