Minggu, 28 Agustus 2016

Satu Hari Bersama Ariny NH





Ariny Nurul Haq atau Ariny NH adalah gadis kelahiran Solo, 16 September 1992. Namun sekarang tinggal di Martapura. Penulis yang mempunyai keterbatasan fisik, namun itu tak membuatnya patah semangat.
Kali pertama kenal dengan Kak Ariny pertengahan tahun 2012. Saat itu saya baru memasuki dunia literasi dan sering mengikuti event di penerbit indie termasuk penerbit Kak Ariny. Dulu, pernah ikut event puisi, dan Alhamdulilah puisi saya nggak lolos. XD

Waktu itu saya menilai Kak Ariny, dia adalah penulis yang rajin sekali update status. Narsis abis dan galak. Kalau ngomong ceplas-ceplos dan kadang suka nyelekit. XD.
Ya, memang sih saat itu saya belum begitu dekat dengan Kak Ariny. Jadi hanya tahu luarnya saja. Dulu juga saya belum tahu kalau Kak Ariny ternyata difabel.
Seiring berjalannya waktu, saya mulai berani mengirimkan naskah novel saya ke penerbit mayor. Dulu direkomendasikan penerbit Zettu oleh Kak Desi. Dan Alhamdulilah naskah saya lolos. Satu penerbit dengan Kak Ariny di mana novelnya sudah terbit duluan berjudul “Kukembalikan Cintamu”.
Barulah saat itu saya mulai dekat dengan Kak Ariny, dia orangnya asyik. Mengingat dulu naskah saya pernah dibantai, tapi itu juga untuk kemajuan saya agar berkarya lebih baik lagi. Kak Ariny selalu jadi first reader tulisan-tulisan saya setelah Kak Desi, Ragiel, Kak Idha, Koko dan Lisma.
Kemudian saya mengirimkan naskah kedua saya lagi ke Zettu, naskah saya pun lolos lagi. Alhamdulilah. Saat itu makin dekat dengan Kak Ariny termasuk penulis Zettu yang lain. Kak Ariny bilang, “Devi hebat, pendatang baru naskahnya langsung lolos. Dulu gue ditolak beberapa kali dulu sama Zettu baru diAcc.”
Sebenarnya, naskah langsung lolos di penerbit mayor itu tidak benar. Sebelumnya saya mengirimkan dulu ke penerbit lain dan ditolak. Barulah diAcc penerbit Zettu.
Saya baru tahu dunia kepenulisan itu kejam saat naskah saya sering ditolak dan di-PHP. Naskah kedua yang diAcc sudah 2 tahun pun belum terbit-terbit. Tetapi karena saya punya banyak teman di dunia literasi yang selalu menyemangati termasuk Kak Ariny yang naskahnya sudah ditolak puluhan kali. Yeah, i'm not alone.
Karena merindukan cover baru, akhirnya saya coba ikut program terbit gratis di penerbit indie. Pena House. Dan naskah saya masuk di Arsha Teen. Saya masih ingat sampai sekarang, mungkin saya adalah penulis yang rewel. Betapa sabarnya Kak Ariny dulu menghadapi kebawelan dan kelabilan saya saat menentukan cover.
Makin dekatlah saya dan sudah anggap dia seperti kakak sendiri.
Beberapa bulan kemudian, kami pernah ribut-ribut. Soal naskah saya yang pernah terbit di indie saya kirim ke penerbit mayor dan diAcc. Kak Ariny marah karena saya tidak memberikan surat penarikan naskah dari penerbit indie yang sudah menerbitkan naskah saya.
Sudahlah, saya tidak ingin membahas itu. Pada akhirnya kami baikan lagi setelah perang status.
Sedikit kesal dulu, tapi entah kenapa saya nggak bisa membenci Kak Ariny. Saya selalu percaya dia adalah orang baik. Mengingat dulu—dia begitu perhatian dan sabar menghadapi saya yang labil.

**

Kak Ariny diundang ke acara Telkomesel dan masuk 20 sosok inspiratif. Kebetulan acaranya di Jakarta tepatnya di hotel Pullman. Saat itu saya ingin menyusul Kak Ariny ke sana, tetapi tidak jadi. Berhubung jauh dan saya pun memang sedang banyak pekerjaan.

**

Kemudian Kak Ariny diundang ke acara Hitam Putih. Rupanya takdir masih ingin mempertemukan saya dengan Kak Rin. Dia menginap di Hotel Amaris dan itu jaraknya sangat dekat dengan rumah saya. Itulah ajaibnya takdir.
Saat sampai di Hotel Amaris, Kak Ariny inbok saya.
Dev, gue udah di Amaris. Di kamar 703—kalau nggak salah.

Oke, Kak. Nanti habis Dzuhur gue ke sana, ya.

Oke.
Dev, warung lo jualan apa aja?

Nasi rames, es kelapa, dll.
Mau main?

Gue lagi males keluar, Dev.
Bawain gue nasi rames dua bungkus sama es teh manis, ya.
Nanti gue bayar.
Kayaknya gue nggak dapat makan siang. :v

Saya tertawa. Kami memang sudah terbiasa bercakap menggunakan “gue elo”.

Sampai di Amaris dan berada di depan pintu kamar Kak Rin. Bapaknya yang membukakan pintu. Saya menyalami si bapak dan masuk. Kedua mata saya langsung menangkap sosok Kak Ariny dan ibunya. Mereka tersenyum menyambut saya. Saya mencium tangan ibu Kak Rin, dan menyalami Kak Rin juga. Akhirnya, saya bisa ketemu dengan Kak Rin. Saya sudah nggak kaget lagi dengan fisik Kak Rin karena pernah melihat fotonya di Facebook. Juga suaranya, sebelumnya Kak Desi juga pernah bilang kalau suara Kak Rin imut.
Saya ngobrol-ngobrol dengan ibu dan bapak. Juga Kak Rin. Waktu bapak menemani Kak Rin makan siang bareng bapak, berhubung saya agak mengantuk jadi lebih memilih di kamar saja bareng ibu. Saya ngobrol dengan ibu sebentar.
“Ibu, ini Kak Ariny saja, ya, yang difabel?” tanya saya.
“Iya. Yang lainnya normal seperti ibu. Cuma Ririn saja.” Ibu menjawab sambil diiringi senyum.
“Itu dulu kenapa bisa sampai begitu, Bu?” tanya saya lagi.
“Dulu itu pas hamil kepeleset, jadi pas lahiran cacat. Beberapa kali Ririn operasi.”
Dalam hati saya bilang, jangan nangis, Vie. Jangan nangis.
“Oh gitu, ya, Bu.” Entah saya harus ngomong apa lagi.
“Devi sudah lama kenal dengan Ariny?”
“Lumayan lama, Bu. Tahun 2012.” Saya menjawab sambil menguap.
“Kalau ngantuk tidur saja. Nanti Ibu bangunin dan ke Trans7-nya bareng.”
“Aduh jadi nggak enak, saya tamu kok malah numpang tidur.” sambil nyengir.
“Nggak apa-apa, makasih ya Devi udah bawain nasi rames sama es teh manis. Kerupuknya enak.”
“Sama-sama, Bu.”
Saya pun tidur sebentar. Lalu terbangun ketika mendengar suara ibu dan Kak Rin di kamar mandi yang agak gaduh. Kak Rin muntah. Dia masuk angin.
Saya nggak tahan ingin menangis ketika ibu memakaikan baju ke tubuh Kak Rin. Lalu Kak Rin berjalan—berjalan dengan menyeret tubuhnya.
Kak Rin menghampiri tempat tidurnya, tersenyum saat melihat saya. Begitu susahnya dia mencapai tempat tidur. Saya .. saya. Ya Allah, rasanya ingin masuk ke kamar mandi dan menangis sejenak.
**

Saat dihubungi pihak Trans7 kalau sebentar lagi akan dijemput, ibu memakaikan baju baru ke tubuh Kak Rin. Juga memoleskan bedak dan sedikit lipstik. Setelah itu ibu menggendong Kak Rin ke kursi roda. Lagi-lagi saya terharu dengan pemandangan itu. Begitu perhatiannya ibu.
Sampai di Trans7, Kak Rin di-make-up dulu. Kami menunggu dengan sabar sampai jam 6 sore.
Ketika acara sudah dimulai, saya, ibu dan bapak disuruh duduk di kursi penonton yang sudah disiapkan. Jujur, ini baru kali pertamanya saya nonton acara Hitam Putih di lokasinya langsung.
Ini jadi pengalaman berharga buat saya.
Sesi pertama bintang tamunya Pak Waluyo. Sesi pertama ini saya masih bisa ketawa-ketiwi. Karena lucu. Tapi saat memasuki sesi kedua dan ketiga—Kak Rin. Hati saya mulai jadi pink lagi.
Saya ingin menangis ketika menonton cuplikan tentang guru dan penulis novel yang menginspirasi. Tapi sayangnya saya nggak bisa menangis di hadapan banyak orang. Mata saya hanya bisa berkaca-kaca.
“Ibu, pasti Ibu bangga punya anak kayak Kak Rin. Saya juga ikut bangga.”
Ibu hanya tersenyum dan memeluk bahu saya. Saya pun demikian.

**
Kebersamaan kami setelah acara Hitam Putih itu rupanya belum selesai. Kak Kiki Aurora menghubungi saya di inbok kalau dia ingin menginap di Hotel Amaris dan meminta saya menemaninya. Saya bilang ke Akai, tolong temani Kak Kiki karena saya belum minta izin sama ayah dan ibu.
Tetapi, pada akhirnya saya ikut menginap karena ibu Kak Rin menyuruh saya besok saja pulangnya, sudah larut malam. Baiklah, akhirnya saya ikut menginap di Amaris.
Tadinya niatnya hanya tidur bertiga dengan Akai dan Kak Kiki, tetapi rasanya kurang saja kalau Kak Rin juga tidak ikut. Kami meminta izin sama ibu dan bapak, Kak Rin pun diizinkan tidur bareng kami.
Saat itu perasaan saya jujur saja nggak pernah menyangka menginap di hotel dan tidur bareng dengan orang-orang yang saya kenal di Facebook. Pengalaman berharga. Saya tidak akan melupakan kenangan manis itu.
Sebelum tidur, kami foto-foto dulu untuk kenang-kenangan. Senyum terpancar dari wajah kami. Rasanya ingin terus berlanjut.
Mata saya mulai mengantuk, saya memang hobi tidur dan izin tidur duluan.
Setelah itu pagi sudah menyapa lagi. Saya bangun duluan dan Salat Subuh, nonton tivi sebentar. Lalu izin pulang duluan.
Sampai rumah dan hari esok menyapa, entah kenapa saya merindukan Kak Rin. Rasanya ingin terus ada di sampingnya ... menjaganya seperti ibu dan bapak.
“Semoga kita bisa bertemu lagi, ya, Kak. Tetap rendah hati dan teruslah menginspirasi kami. Love you.”

**

Kak Ariny mengajarkan kepada kita yang memiliki fisik sempurna agar tidak kalah dengannya. Dan untuk orang-orang yang memiliki keterbatasan fisik, percayalah kalian adalah orang-orang istimewa. Orang-orang pilihan yang mampu menghadapi ujian dari-Nya.”
-Vie Devh-






4 komentar:

  1. Ini sekalian dibikin cerpen, saja, Mbak.

    Mantep, tuh.

    Hehehe

    BalasHapus
  2. Ini sekalian dibikin cerpen, saja, Mbak.

    Mantep, tuh.

    Hehehe

    BalasHapus
  3. gue muntah bukan karena masuk angin, gara2 gak bawa minyak kayu putih pas turun makan siang terus nyium pengharum ruangan gak enak blas dilift :3

    BalasHapus
  4. lalu ingat rumput laut yang harganya lebih mahal dari seluruh belanjaannya Kiky :'D

    BalasHapus