Kamis, 05 November 2015

Obat Untuk Menyembuhkan Stres Karena Salah Jurusan


Salah mengambil jurusan kuliah memang nggak enak banget. Apalagi saat dikasih tugas, boro-boro ngerjain, denger kata tugas saja sudah malas. Belum lagi jika punya problem sama dosen, misalnya seperti saya dulu ... kesel karena saya ngerjain tugas, tapi nilai tugas saya kosong. Alhasil nilai saya D dan saya harus mengulang mata kuliah itu. Itu sungguh terlalu! Atau misal ada problem sama teman kuliah kamu, kamu sekelas sama teman yang nggak asik. Atau saat tugas kelompok, kamu dapat kelompok yang nggak enak buat diajak kerjasama. Dan masih banyak lagi masalah-masalah lain yang kamu anggap masalah.
            Sebelum saya memberi obatnya. Saya mau cerita dulu nih kenapa saya bisa salah masuk jurusan. Waktu daftar kuliah saya sudah baca silabusnya. Kemudian, saya bertanya pada si ibu yang mengurusi mahasiswa baru yang daftar kuliah.
            “Bu, nanti kalau PKL, kampus yang mencarikan tempatnya atau saya sendiri?”
            “Sudahlah, kamu jangan mikirin PKL dulu. Pusing lho jurusan manajemen,” jelasnya dan saya merasa masa bodoh. Orang saya masuk jurusan manajemen perhotelan kok. Pasti yang dibahas ya ujung-ujungnya tentang perhotelan juga. Karena saya dulu dari SMK Perhotelan, agar memperdalam ilmu hotelnya .. jadi saya mikirnya pasti belajarnya nggak jauh-jauh dari pelajaran waktu di SMK dulu.
            
Semester satu sampai dua, mata kuliahnya masih menjurus ke jurusan yang saya ambil. Walaupun cuma beberapa mata kuliah sih seperti Pengantar Perhotelan, Tata Boga, House Keeping, Front Office Hotel yang masih nyambung. Saat naik semester tiga, eh .. ternyata, saya syok, sodara! Saya yang nggak suka hitung menghitung, mulai mabok hitung-hitungan. Dari mulai Teori Ekonomi Mikro, Pengantar Akuntansi, Manajemen Keuangan, Manajemen Operasional yang paling bikin saya mabok. Dan masih banyak lagi itu sodara-sodaranya. Saya kira hanya belajar sekedar teori saja. Kemudian saya berpikir, ini kenapa mata kuliahnya jadi begini semua? Oh, ternyata :O Jurusan yang saya ambil ini masuknya ke Fakultas Ekonomi. Dimana Ekonomi di sini lah yang lebih mendominasi dibanding kata “PERHOTELAN” yang ada di benak saya. Alhasil, saya jadi nyemplung ke ekonomi yang kerjaannya ngitung melulu dan bikin analisis.
            Andai kata dulu saya punya kenalan kakak-kakak senior yang kuliah di kampus saya, mungkin saya akan mikir seribu kali untuk kuliah di kampus saya.
            Yasudahlah, nasi sudah jadi pasta. Eh.
            
Saat itu karena tingkat kesetressan saya sudah akut. Saya memutuskan untuk cuti kuliah dan mencari pekerjaan. Saya mulai malas kuliah, dengan bekerja kan nanti saya bisa ganti uang emak bapak yang sudah bayarin kuliah. Tetapi sudah lama saya melamar ke sana kemari, belum ada satu pun perusahaan yang memanggil saya. Alhasil, entah ide itu datang dari mana, saya akhirnya memutuskan untuk menulis novel. Jadilah saya penulis novel beneran ketika novel saya diterbitkan dan dijual di toko buku nasional. Saat itu saya masih mikir, ini beneran saya jadi novelis? Masih nggak nyangka. Secara saya nggak terlalu suka baca novel dan novel yang pernah saya baca saja dulu cuma satu biji, “Dealova”. Ada juga sih dulu yang meminjamkan novel Ayat-ayat Cinta, tapi itu novel selalu jadi rebutan teman-teman.     
            “Cha, novelnya mana? Aku mau pinjem.”
            “Aduh, novelnya dipinjem sama kakakku, Vie. Nanti deh ya kalau dia udah selesai baca.”
            Begitu saya pinjam lagi, habis dipinjam sama kakaknya Echa, dipinjem juga sama temannya yang lain. Begitu pun seterusnya. Maklum, karena dulu saya tinggal di desa, jadi jauh dari toko buku.
            Setelah banyak yang menganggap saya novelis, saya mulai malu karena bacaan saya masih minim. Dulu yang menyemangati saya jadi penulis adalah novel “Perahu Kertas”, hingga kemudian saya mulai mengoleksi novel-novel lain sampai saya maniak novel.
            Ketika saya sudah keasyikan dengan dunia baru saya, ada perusahaan tepatnya hotel yang memanggil saya untuk interview. Hasilnya apa? Saya ditolak dengan halus. Tahu kan penolakan secara halus? Beginilah bunyinya, “Terima kasih Mbak Devi sudah melamar di hotel kami. Nanti kami akan kabari Mbak lagi.” Kalau diterima, setelah interview pasti bunyinya begini, “Selamat bekerja di perusahaan kami Mbak Devi. Selamat Anda diterima.” Kedua, ada panggilan dari restoran. Saya diterima. Tapi saat saya cerita sama emak bapak, mereka langsung tanya, “Gajinya emang berapa?” Ya memang sih nggak gede banget karena saya juga pemula. Kemudian emak bapak langsung ngomel. “Udah nggak usah kerja lah, gaji segitu cuma bayar ongkos aja.”
            Alhasil, karena saya mengingat kata-kata “ridho anak tergantung ridho orang tua”, saya turuti saja. Ketiga, saya dapat panggilan dari restoran dan toko buku. Saya akhirnya memutuskan untuk tidak bekerja dulu karena dua perusahaan itu menyuruh saya bekerja dengan melepas jilbab. Sebenarnya, dulu setelah lulus SMK saya pernah bekerja juga di restoran selama tiga bulan sebelum kuliah. Buka kerudung karena memang dulu saya belum berhijab. Saat masuk kuliah, saya barulah bersungguh-sungguh untuk berhijab.
            Alhasil, saya memutuskan untuk menulis saja dan kembali ke bangku kuliah. Inilah jalan yang sudah digariskan oleh Allah untuk saya. Nanti juga ada masanya saya bekerja, kata teman saya ketika saya curhat.
            Sekian sebagian kisah hidup saya. Baiklah, ini dia nih obat yang saya kasih untuk menyembuhkan stress karena sudah terjerumus masuk ke dalam lubang kemaksiatan, eh maksudnya masuk bidang yang tidak kita sukai.
            Pertama, obati dengan hal-hal yang kamu sukai. Misalnya seperti saya, menulis. Saya melampiaskan kekesalan saya ke dalam tulisan. Kamu yang hobi nyanyi, mungkin bisa dilampiaskan dengan menyanyi di kamar mandi sepuasnya. Eh. Jangan, ya. Soalnya kamar mandi kan tempatnya syaiton.
            Kedua, anggap saja jurusan yang kamu ambil adalah batu loncatan atau tantangan untuk mencapai impian yang belum sempat kamu wujudkan. Tanpa kuliah pun, kamu masih bisa mencapi impianmu. Ilmu tidak hanya didapat di bangku kuliah saja.
            Ketiga, berpikirlah bahwa semua jurusan kuliah yang bahkan disukai pun memiliki titik jenuh dan masa-masa sulitnya.
            Keempat, tengoklah teman-temanmu yang belum bisa kuliah karena masalah keuangan. Bersyukurlah.
            Kelima, jika ada masalah dengan dosen dan mahasiswa, anggap saja kalau hidup tanpa masalah tentunya nggak seru dong. Seperti novel yang tanpa konflik, pasti ceritanya akan datar-datar saja dan tidak menarik.
            Keenam, ingat Ayah dan Ibumu yang sudah bekerja keras untuk membiayai kuliahmu. Juga ingat waktu yang sudah kamu lalui selama ini, sayang dong kalau misalnya sudah semester tiga mau berhenti atau pindah jurusan? Sayang uang, sayang waktumu yang sudah terbuang.
            Ketujuh, ini nih obat paling mujarab yang harus kamu ingat. Saya dapat dari salah satu penulis best seller, Ahmad Rifai Rif'an.
            “Orang yang mudah stress adalah orang yang belum bisa berdamai dengan takdir.”
            Kedelapan, Jangan biarkan orang yang membencimu tertawa melihatmu gagal. Jadi, selesaikanlah kuliahmu.
            Kesembilan, selalu berdoa kalau Tuhan akan memudahkan urusanmu dan tidak mempersulitnya.
            Syukuri. Terima saja dengan lapang dada. Saya pun sedang berjuang. Mari sama-sama semangat demi toga tercinta dan emak bapak yang sudah bekerja keras untuk menguliahkanmu. :)
            

0 komentar:

Posting Komentar