Selasa, 24 Februari 2015

Resensi novel Tahajud Cinta di Kota New York








Judul           : Tahajud Cinta di Kota New York
Penulis        : Arumi E
Penerbit      : Zettu
Terbit          : 2013
Tebal           : 420 halaman
ISBN          : 978-602-7735-53-8




Mengenakan kerudung di tengah lingkungan bebas memang penuh rintangan. Seorang gadis asal Indonesia yang kuliah di kota New York bernama lengkap Dara Paramitha ini ingin memperbaiki hidupnya di masa lalu ketika bertemu Aisyah Liu, seorang muslimah asal Ningxia Hui di China, keturunan suku Hui yang mayoritas beragama Islam yang sama-sama sekampus dengannya.
            Mereka bertemu hingga dekat berawal saat Dara membela Aisyah yang dipermainkan oleh teman sekelasnya sendiri, Brian, hanya karena penampilan Aisyah, Brian memang sering sekali meledek cara berpakaian Aisyah. Awalnya Dara hanya ingin membantu agar Aisyah lebih terbuka dan bergaul dengan banyak teman.
            Aisyah Liu, gadis berkerudung yang penampilannya beda daripada yang lain, tak banyak yang memakai kerudung di kampus. Saat di Indonesia, Dara sering melihat gadis-gadis muslim memakai kerudung tampak trendi. Sedangkan Aisyah, memakai kerudung dengan cara yang sederhana. Kerudung gadis itu tebal dan lebar, dilipat menjadi bentuk segitiga. Ia pasang simetris menutupi rambutnya, lalu hanya diberi peniti tepat di bawah dagunya. Kerudung itu menutupi bahu, dada dan punggungnya.
            Saat Dara mengomentari penampilan Aisyah di kantin kampus, “kerudungmu itu yang membuatmu mencolok. Tidak banyak gadis yang memakai kerudung di kampus ini. Kau pendiam sekali, membuat orang yang melihatmu jadi menduga-duga kau punya rahasia apa di balik kerudung panjangmu. Aku juga muslim, tapi kau lihat sendiri, penampilanku berbaur dengan yang lainnya. Sedangkan kamu tampak seperti orang asing di sini.” ( hal 6-7).
            “Aku memang orang asing di sini, aku bukan warga Amerika. Tapi aku tak mau berpakaian ala gadis Amerika hanya supaya diterima dalam pergaulan kampus. Aku seorang muslimah yang ingin menjaga kehormatanku dengan berpakaian sopan dan tertutup. Maaf jika penampilanku terlihat aneh.” (hal 7)
            Obrolan itu pun semakin panjang. Dara juga baru tahu kalau di kampusnya ada pengajian, ia tak menyangka masih ada mahasiswa yang berminat mengaji di sini. Dara hanya tersenyum, dalam hati ia merasa malu, karena sebagai Warga Negara Indonesia yang beragama Islam. Ia akui, kalau ia bukanlah pengantut Islam yang tekun beribadah seperti Aisyah Liu. Apalagi semenjak kuliah dan tinggal di New York. Ia semakin jarang shalat. Bahkan saat bulan Ramadhan di kota ini, ia tak sanggup ikut berpuasa enam belas jam lamanya.
            Enam bulan kemudian, gadis bertopi bundar, selalu berpakaian terbuka dan berusia dua puluh satu tahun bernama Dara itu sudah memulai mengenakan kerudung. Ia yakin dengan keputusannya ini. Ia sudah mempertimbangkannya selama sebulan dan mempelajarinya selama empat bulan penuh. Dara tak tahu apa konsekuensi yang harus ia hadapi setelah ia berubah. Tapi menurutnya, ini adalah perubahan menjadi lebih baik. Apa salahnya?
            Saat Dara mengenakan kerudung. Aisyah berkata utuk memastikan apakah Dara sudah benar-benar siap atau belum, “setelah kamu mengubah penampilanmu, kamu tidak boleh lagi menghindari pesta-pesta di klub malam. Tak boleh lagi kencan dengan seorang cowok. Apa kamu sanggup Dara?” (hal19)
            Dara tersenyum.
            “Sudah puluhan kali kamu menanyakan itu, Aisyah. Kamu dan Hajjah Safina sudah berulang kali juga menjelaskan tentang ini padaku, kan? Aku sudah tahu segala konsekuensinya dan aku siap menanggungnya.” (hal 19)
            Aisyah memperkenalkan Dara dengan pengajian kampus, padahal selama di Indonesia, dia tak pernah mengikuti pengajian di mana pun. Setelah Dara menyimak penjelasan Al-Quran mengenai kedudukan wanita dalam Islam, kini ia memahami betapa agama Islam justru menjaga dan menjunjung tinggi kehormatan wanita. Keharusan berpakaian serba tertutup bagi seorang muslimah menjadi masuk akal bagi Dara.
            Keadaan pun berbalik. Awalnya Dara ingin membuat Aisyah Liu menjadi gadis yang lebih gaul dan bergaya sedikit modern. Kenyataannya, Aisyah tak bisa berubah. Ia tetap diam dan caranya memakai kerudung tetap sederhana. Justru Dara yang mulai terpengaruh gaya hidup Aisyah yang sangat Islami, berpakaian serba tertutup dan tampil bersahaja.
            Dara kemudian teringat pada orangtuanya nanti jika melihat penampilannya berubah menjadi serba tertutup dan berkerudung. Dan yang paling membuatnya tak tenang adalah Keira, teman sekamarnya dan sekaligus sahabatnya yang berasal dari Indoensia juga. Gadis yang sangat menikmati super modern dan bebas di New York, yang hobi dansa di klub malam, yang teman kencannya selalu berganti-ganti, persis dengan Dara enam bulan yang lalu saat belum bertemu dengan Aisyah Liu. Keira pasti yang paling kaget melihat penampilan baru Dara.
            Ternyata benar, Keira tak percaya kalau teman sekamarnya mengenakan kerudung dan pakaian yang gombrang. Selama ini Dara selalu modis dalam berpakaian. Selama beberapa hari itu pun, Keira dan Dara tak pernah bertegur sapa, karena setiap Keira ajak ke klub malam, Dara selalu menolak!
            Ditambah dengan Brian, yang mengidolakan Dara selama ini, dia merasa kecewa dengan penampilan Dara yang serba tertutup.
            Dara terus berjuang meninggalkan masal alunya, menghadapi dengan kuat dan sabar setiap mendapat kritikan bahkan hinaan dari sahabatnya, Keira. Saat bangun dari tidurnya di sepertiga malam, Dara selalu menyempatkan untuk shalat sunnah Tahajud, namun karena Keira sahabatnya itu selalu marah ketika mendengar suara Dara di sepertiga malam, Dara selalu bersikap hati-hati dan tidak menimbulkan gaduh sedikit pun. Ditambah saat Dara berpuasa pun, sahabatnya tak henti meledeknya, biasanya Dara yang tak pernah berpuasa, Dara kali ini benar-benar berubah di mata Keira. Keira semakin kesal pada sahabatnya itu. Namun tetap saja, Dara selalu tersenyum dan menjawab ramah kepada Keira. Keira sebenarnya tidak membenci Dara, hanya saja benci dengan perubahan Dara.
            Keira mulai berbaikan dengan Dara karena menyukai Richard teman sepengajian Dara yang baru masuk islam juga, namun lebih dulu dari Dara. Demi mendekati Richard, Keira sampai membela-belakan dirinya ikut pengajian dan setiap ada acara yang berhubungan dengan agama, Keira selalu menyempatkan waktunya ikut.
            Novel ini semakin menarik ketika hadir sosok Brad Smith seorang pianis yang dipertemukan dengan Dara dengan cara mengesankan. Dara pertama kali dipertemukan dengan Brad ketika Dara ditodong dan dirampok, bisa dibilang Brad adalah seorang hero bagi Dara. Karena dipertemuan selanjutnya, Dara selalu bertemu dengan Brad ketika menyelamatkannya.
            Semakin Brad mengenal Dara, ia semakin tertarik pada gadis ini. Begitu pun Dara, awalnya dia merasa risih karena Brad selalu mengikutinya dan jalan berdua dengannya. Dara merasa Brad selalu mengganggu perasaannya. Sampai pada suatu saat Brad mengajak Dara kencan, di sinilah Dara mulai mengenalkan bahwa agamanya tidak memperbolehkan seorang gadis berkencan dan apalagi pacaran. Hingga akhirnya Brad pun meminta Dara menjadi istrinya.
            “Aku jatuh cinta padamu dan ingin menikah denganmu Dara,” ucap Brad. (hal 307)
            “Please, Brad. Jangan menuruti keinginan sesatmu. Nanti kau menyesal. Lagipula, aku tak mungkin menikah denganmu, Brad. I am Sorry, sebaiknya kau jangan mengharapkan aku lagi,” sahut Dara masih menolak Brad. ( hal 307)
            “Mengapa tidak mungkin? Memangnya apa salahku? Kenapa aku tak pantas menikah denganmu?” tanya Brad. (hal 307)
            “Tidak ada yang salah denganmu, Brad. Aku tahu kamu baik. Tapi perbedaan kita terlalu banyak. Aku seorang gadis muslim, tidak boleh menikah dengan laki-laki yang tidak seagama denganku. Ini adalah peraturan yang tak boleh dilanggar.” (hal 307)
            “What are you kidding me? Aku masih menerima kamu dilarang pacaran. Tak boleh pergi berdua bergandengan tangan atau berciuman. Tapi kau juga tak boleh menikah denganku hanya karena aku tidak seagama denganmu? Peraturan macam apa itu? Di jaman modern ini masih ada peraturan kuno seperti itu?” (hal 307-308)
            “Ini bukan peraturan kuno, Brad. Tapi memang begitulah yang disyaraktkan agamaku. Dan aku memilih untuk taat dengan peraturan agama-agamaku. Aku taat karena aku yakin dengan kebenarannya,” sahut Dara. (hal 308)
            “Jadi ... dengan kata lain, kita tidak mungkin menikah kecuali kalau aku juga menjadi seorang muslim?” tanya Brad. (hal 308)
            Dara mulai mengenalkan agama Islam pada Brad, Brad pun akhirnya mengerti dan mau mempelajari agama Dara. Hingga entah mengapa hatinya merasa tersentuh ingin memasuki agama Islam. Brad bilang, keinginannya masuk Islam bukan karena ia mencintai Dara, namun karena ia benar-benar yakin kalau Islam adalah agama yang tepat untuk diantunya.
            Namun Dara juga dihadapkan pada suatu pilihan. Richard yang mengutarakan isi hatinya pada Dara dan ingin agar Dara menjadi istrinya sudah lama, seorang muslim yang dulu pernah dikagumi Dara. Begitu  pun Brad yang sudah lama dan berusaha untuk mengambil hati Dara dan mempelajari agama Islam. Dara juga merasa ia selalu diganggu perasaannya.
            Siapakah yang akan Dara pilih? Brad atau Richard?
Novel “Tahajud Cinta di kota New York” ini benar-benar membuat saya takjub dan berdecak kagum. Ini adalah novel yang sangat menginspirasi buat saya, menyuguhkan berbagai konflik yang membuat seorang Dara malah lebih kuat dan teguh pada keputusannya mengenakan kerudung. Selain best seller, dan lebih menakjubkannya lagi, novel ini juga akan diangkat ke film layar lebar. Dan novel ini sudah ada sekuelnya berjudul “Hatiku Memilihmu”. Sudah beredar di seluruh toko buku Indonesia. 


           

5 komentar: