Kamis, 27 Maret 2014

Katanya ... Menulis itu Gampang




 “Jika memang ingin menjadi penulis. Menulislah. Tak perlu memikirkan tulisanmu itu bagus atau tidak, sesuai aturan kepenulisan atau tidak, yang penting menulis saja, setelah karya selesai baru kita mempertimbangkan naskah kita.”




Banyak yang bilang menulis itu gampang, dan semua orang bisa menulis. Makanya terkadang ada orang yang kadang merendahkan penulis, dan tidak menghargai bagaimana perjuangan seorang penulis dari mulai menulis naskah hingga ending, menemukan jodoh naskahnya, dan yang terakhir siapa yang akan menerbitkan naskahnya. Kalau saja orang-orang yang bilang menulis dan menerbitkan buku itu gampang, ketika dia terjun ke dunia kepenulisan, mereka baru akan sadar bagaimana rasanya berjuang!
            Aku hobi menulis sejak duduk di bangku SD, namun kembali menulis pertengahan tahun 2012. Saat itu aku hanya iseng menulis karena memang sedang cuti kuliah, dan belum mendapatkan pekerjaan, aku memutuskan cuti karena sedang mencari uang untuk biaya kuliahku. Akhirnya aku memilih untuk menulis. Tahukah kalian saat aku mulai menulis, aku sampai mendengus kesal gara-gara tulisanku seperti karangan SD. Selesai menyelesaikan karya dengan jumlah halaman lima puluh saja, aku menghabiskan waktu dua bulan. Aih, lama sekali bukan?
            Saat itu aku mencoba searching tentang penerbit di Mbah Google. Mataku membulat ketika membaca persyaratan naskah minimal 100 halaman. Gubrakk!!
            Berarti aku harus menambah lima puluh halaman lagi agar bisa dikirim ke penerbit. Saat itu aku sama sekali belum punya teman yang hobi menulis juga. Disaat aku ingin sharing, aku hanya bisa gigit jari. Huft!
            Seiring berjalannya waktu, ketika aku berjuang menambah lima puluh halaman lagi, Tuhan memberikanku banyak teman yang hobi menulis walau hanya lewat dunia maya. Banyak ilmu yang kudapat dari mereka, bahkan penulis terkenal pun sama sekali tidak sombong dan masih mau membagi ilmunya.
            Salah satu nasihat yang kuingat adalah, “Jika memang ingin menjadi penulis, menulislah, tak perlu memikirkan tulisanmu itu bagus atau tidak, sesuai aturan kepenulisan atau tidak, yang penting menulis saja, setelah karya selesai baru kita mempertimbangkan naskah kita.”
            Percayakah kalian, aku menulis sampai kepalaku pening, semalaman begadang dan sampai sakit. Ternyata menulis itu bisa menghipnotis penulisnya masuk dalam kisah yang dibuatnya sendiri. Oke, mungkin kalian bilang aku berlebihan, tapi pasti kalian pernah kan tersenyum bahkan tertawa sendiri seperti orang gila dan menangis karena cerita yang kita buat menyedihkan. Aih, itulah yang aku rasakan. Ternyata aku baru tahu menulis itu seperti apa, aku sempat menyerah tidak mau menyelesaikan naskahku.  Tapi, karena semangat dari para sahabatku, akhirnya aku bisa menyelesaikan karyaku.
            Mungkin ada beberapa di antara kalian, yang orang tuanya tidak setuju kalian menulis, jujur saja dulu ayahku mengatakan padaku seperti ini, “kamu ini aneh-aneh saja nulis novel, gak ada manfaatnya!” rasanya, saat itu aku ingin marah dan membentak ayahku, tapi kubalas dengan senyum manisku, aku hanya perlu membuktikan kalau aku bisa. Ya, hanya itu!
            Setelah karyaku selesai dan ternyata malah kebablasan jadi 138 halaman, aku pun meminta beberapa temanku membaca karyaku. Saat itu aku mengirimkannya lewat e-mail ke sepuluh temanku. Tapi hanya ada beberapa yang memberikan komentar, aku merasakan resah yang luar biasa menunggu jawaban dari teman-temanku. Takut-takut kalau mereka tidak akan suka dengan cerita yang kubuat.
            Tapi ternyata... aku malah menyunggingkan bibirku tersenyum lebar begitu  membaca komentar dari beberapa temanku kalau naskah yang kubuat bagus dan mereka suka. Hhhii, tapi katanya masih banyak kata-kata yang tidak enak dibaca dan perlu di-edit. Bahkan, ada yang sampai bilang, minta kisahnya dijadikan novel. Woww!!
            Walau novelku belum terbit, tapi rasanya mendengar komentar dari teman-temanku, aku merasa cukup senang waktu itu.
            Langkah selanjutnya, aku langsung mengirimkan novelku ke penerbit A, selama sebulan dengan galaunya gak ketulungan, perasaanku sama sekali tak tenang. Kata guru agamaku, jika memang kalian sudah ikhtiar, saatnya berdoa, dan tawakal. Ya, saat itu aku melakukan itu. Aku pasrahkan kepada Tuhan.
            Rasanya menunggu panggilan kerja saja tidak sampai sebulan ya, tapi ini sampai sebulan harus menunggu. Oh, betapa besar ujian kesabaran bagi seorang penulis. Uhuk L
            Sudah genap novelku sebulan, aku segera online, dan membuka e-mail. Tahukah kalian saat aku membaca inbox yang masuk ke emailku dari penerbit A. Aku menangis. Hikss :’(
            Naskahku ditolak, sudah menunggu lamanya selama sebulan, dan akhirnya jawabannya membuatku menitikkan air mata. Setelah revisi lagi, kukirimkan naskahku lagi ke penerbit B, seperti biasa aku menunggu selama sebulan. Dan aku kembali menitikkan air mata. Aduh, lebay ya aku :D Naskahku belum layak terbit lagi sobat. Saat itu aku belum menyerah, aku mengirimkan lagi naskahku ke penerbit C, selama dua bulan aku menunggu, lagi-lagi aku mendapat penolakan dan menyiapkan ember sebelum banjir air mata. Hhha. Naskahku tidak sesuai dengan kriteria penerbit C. Aih, aku memang terlalu lebay, seharusnya aku tidak menangis, saat itu aku benar-benar menyerah. Dan, updet status di Facebook.
            Sudahlah, mungkin memang aku tidak berbakat jadi penulis.
            Sebaiknya cari bidang lain saja, semangat Vie :)
            Aza-aza fighting

 Saat inget kejadian yang dulu-dulu, rasanya ingin tertawa. Saat itu juga aku mengirim naskahku lagi lewat Agensi Naskah yang direkomendasikan oleh salah satu temanku. Boleh dong ya sebut nama :) Baiklah, Kak Desi namanya :D Dia yang memasukkan aku ke grup kepenulisan Kinomedia Writer Academy yang ternyata telah membantuku mempertemukan jodoh naskahku. Ya, mungkin memang sudah rezekinya juga kali ya :) kata seniorku, "Tak ada yang sia-sia dari naskah yang kita tulis, setiap naskah yang kita tulis memiliki takdirnya masing-masing". Kata Kak Riri Ansar :)

Selama sebulan aku menunggu kabar naskahku, dan tadinya sudah pesimis sekali kalau naskahku akan ditolak lagi. Tapi ternyata tidak :) tangisan penolakan itu telah dibayar oleh senyum mengembang, bahkan tergelak sendirian seperti orang gila waktu baca inbox dari penerbit kalau naskahku diACC. Horreeee!!  Bahagianya :v

Sekian curhatan dari saya :D


           

4 komentar:

  1. ahahaha, aku juga nangis pas naskah pertamaku di KWA ACC, :D

    BalasHapus
    Balasan
    1. Hhaha. Nangis terharu ya Nik :D

      Eh, ternyata dirimu baca postingan. hhi

      Hapus
  2. setuju kak, menulis itu menyenangkan.. kita bebas berkreasi, mengatur tokoh, mendalangi ceritanya, juga ikutan mendramatisi, hehe.. good luck ya kak :)

    BalasHapus
  3. Hhe. sudah baca rupanya kmu.Sukses juga buat kmu de ;)

    BalasHapus