Sejarah Didirikannya Penerbit Loka
Media
Sebetulnya, saya tidak menyangka
bisa membuka penerbit indie. Mulanya, mungkin karena kesal pada salah satu
penerbit indie yang sudah mengecewakan saya dan semakin kesal ketika ada yang
komentar naskah yang diterbitkan di indie tidak berkualitas. Akhirnya, dengan
amarah yang sudah semakin besar, saya nekat membuka penerbitan.
Dari dulu saya ingin sekali
membuka usaha, mengingat keluarga saya adalah wirausaha semua. Akan tetapi saya
masih bingung mau membuka usaha apa? Yang ada di otak saya hanya restoran,
kafe, atau akomodasi karena sejak SMK dibekali ilmu bisnis akomodasi, food
product, dan food and beverage.
Selama pertengahan semester, saya
baru terjun ke dunia literasi. Untuk urusan tulis-menulis mungkin saya masih
bisa, tapi kalau terjun ke dunia penerbitan, oh ... saya harus belajar dulu.
Oke, masih belum yakin. Saya tunda dulu keinginan ini.
Beberapa bulan kemudian, saya
coba ngobrol dengan Ariny NH mengenai penerbitan indie. Sudah ada sedikit
gambaran, tapi tetap saja saya masih belum percaya diri. Lalu saya coba ngobrol
dengan Desi karena berhubung dia sering jadi PJ event.
"Kak, saya ingin mendirikan
penerbitan, tapi belum yakin. Entahlah, saya masih awam banget."
"Ya ampun, Dev. Kamu kalah
sama Desfi. Lihat tuh, Desfi juga awam banget soal penerbitan, tapi dia mau
belajar dan pada akhirnya bisa."
Baiklah, saya simpan komentar
darinya di kepala sambil berdoa, Ya Allah mudahkan, beri saya jalan.
Beberapa bulan kemudian, saya
ditawari teman jadi Admin penerbit indie. Wah ... boleh juga, nih. Alhamdulilah,
di sini saya dapat ilmu mengenai penerbitan karena teman saya ini rencana
mau go to mayor meski pada akhirnya dia berujung menipu saya
dan para penulis.
Untuk modal saya belum ada uang banyak,
kemudian diberitahu Desi jadi lini penerbit Penerbit X saja (Nama sengaja saya
samarkan). Ah, kesempatan! Akhirnya saya dibantu Desi untuk meminta kontak owner-nya. Wawancara via WhatsApp dengan
X lancar dan tekad saya pun makin bulat. Kemudian saya berpikir, saya harus
mencari partner yang enak diajak kerja sama. Yang saya
butuhkan sebenarnya hanya dua orang, penata letak dan designer cover.
Saat itu orang yang ada di
pikiran saya adalah Ragiel JP. Saya coba ajak Ragiel, tapi jawaban dia
tidak meyakinkan. Akhirnya saya coret nama dia. Kemudian, nama kedua yang ada
di otak saya Lisma Laurel. Lisma mau, tapi dia tidak bisa me-layout naskah,
dia minta pekerjaan lain selain desain cover dan layout naskah.
Oke, akhirnya saya beri dia pekerjaan jadi editor.
Sudah dapat satu orang. Saya
terpaksa harus mencari dua orang lagi yang bisa desain cover dan layout naskah.
Nama yang ada di kepala saya saat itu Wulan Kenanga, Witri Prasetyo, dan Rean.
Saya tanya satu per satu. Jawaban Rean tidak meyakinkan. Saya coret. Jawaban Witri
juga tidak meyakinkan, saya coret lagi. Terakhir, Wulan. Dia bilang tidak
bisa me-layout naskah, tapi kalau belajar insyaallah bisa. Baiklah,
tinggal mencari yang bisa desain cover saja.
Sebelumnya saya ingin membahas
untuk nama penerbit dulu. Nama yang ada di kepala saya saat itu adalah
"Teratai". Akan tetapi saya ingin teratai dalam versi bahasa Korea.
Teratai dalam bahasa Korea adalah Bu Young. Ah, tidak bagus. Kemudian nama yang
muncul lagi "Bunga Matahari" dalam bahasa Korea. Saya tidak sreg
juga. Saya suruh Lisma mencari nama, dia juga bingung. Akhirnya saya rehat
sejenak mencari nama lagi.
Saat itu yang terpikirkan oleh
saya adalah nama "SEKAI". Sekai adalah "Dunia". Oh, boleh
juga, deh. Saya save namanya, tapi kalau digabung jadi
Sekaimedia, kurang bagus kedengarannya, kata Desi. Lalu dia rekomen nama Cahaya
dan Sinar dalam bahasa Jepang. Tidak ada yang sreg. Oke, rehat lagi. Berpikir
lagi. Saya coba ngobrol dengan Wulan. Dia jawab, "Nah, itu dia yang paling
bingung cari nama. Coba kamu kasih satu nama terus saya coba cari di
Google."
"Coba cari cahaya dan sinar
dalam bahasa Korea, Jerman, Belanda dan lain-lain, Kak. Ambil yang paling enak
dibaca."
Wulan memberikan saya beberapa
arti dalam bahasa Korea dan lagi-lagi tidak ada yang saya suka. Wulan pun sama.
Padahal saya terpikirkan cahaya agar si penulis bisa bersinar. Namun dengan
berat hati saya harus melepaskan nama cahaya dan sinar dalam versi bahasa
asing.
Baiklah, satu nama lagi yang
belum tereliminasi. Dunia. Kenapa saya terpikirkan akan dunia? Karena semenjak
naskah saya di-PHP-in mayor, melihat teman-teman saya pun demikian, melihat
novel-novel di rak obralan, lalu membaca postingan Seno Gumira, "Karya
penulis Indonesia sebenarnya sudah bagus, hanya minat bacanya saja yang
rendah." Oke, dunia. Terselip doa agar karya yang diterbitkan di penerbit
kami bisa mendunia. Tidak dijual di toko buku Indonesia saja. Namun, nama dunia
dalam versi bahasa asing tidak ada yang membuat saya dan Wulan tertarik.
Akhirnya Wulan mencari sinonim dari dunia. Di sana ada semesta, nusantara,
jagat raya, loka, dan lain-lain. Wulan rekomen salah satu nama.
"Gimana kalau Loka
saja?"
"Ah, iya, Loka saja. Lokamedia.
Eh, tapi kok jadi seperti Moka media, ya?"
Wulan dan saya tertawa.
"Tidak apa-apa. Kan beda
arti."
Oke, nama sudah fix.
Lokamedia. Saya langsung SMS Lisma, dan dia, sih, katanya setuju-setuju
saja. Minta pendapat Desi juga katanya bagus. Alhamdulillah. Tinggal mencari
orang yang bisa desain cover.
"Saya punya teman yang bisa
gambar, nanti saya coba tanya dia mau join atau tidak. Namanya
Rizky. Gambarnya bagus, kok." Wulan kemudian memberi contoh gambar hasil
karya Rizky yang hanya berupa sketsa saja belum diwarnai.
"Baiklah, ajak dia join kalau
mau."
Alhamdulillah, Rizky mau gabung.
Namun saya sempat waswas karena dia kaku dengan versi cover digital.
"Ky, please kamu belajar Photoshop,
ya. Atau pake software lain yang buat bikin cover. Kamu
belajar pelan-pelan saja."
"Oke, Mbak. Ini ada teman
saya yang bisa versi digital, gimana kalau saya yang bikin
ilustratsinya terus teman saya yang bikin cover-nya?"
"Oh, boleh, deh. Ajak teman
kamu, ya, kalau mau."
Akan tetapi temannya Rizky tidak
bisa ikut join dan mau tidak mau saya memaksa Rizky untuk
belajar.
"Oke, Mbak. Nanti saya
tanya-tanya temen."
"Oke, semangat, ya. Kita
semua masih sama-sama belajar."
Saya juga menyuruh Lisma untuk
pelajari lagi Ejaan Bahasa Indonesia, unggah file-file tentang
EBI yang ada di Kobimo, karena itu sangat bermanfaat dan nanti dibantu oleh
saya kalau kewalahan.
Alhamdulillah, tanpa harus
mencari orang lagi, hasil kerja Lisma bagus, hasil layout Wulan
bagus, gambar Rizky juga bagus, dan semakin bagus saat sampulnya didesain oleh Wulan.
Teman saya memuji, "Kamu keren Say, berhasil merekrut orang-orang
hebat."
Karena semangat
merekalah, yang membuat mereka jadi hebat!