Ada
yang ingin menjadi penulis?
Saat ini pekerjaan
penulis memang banyak diminati orang, meskipun profesi penulis tidak
bisa dimasukkan ke dalam KTP. Menyedihkan, ya. Mungkin karena semua
orang berpikir siapa saja bisa jadi penulis karena menulis itu
gampang. Oke, silakan saja jika kau beranggapan demikian. Kau akan
merasakan gampang atau tidaknya jadi penulis ketika kau terjun ke
dunia literasi langsung.
Materi
ini saya bawakan untuk writing class yang diadakan suatu
komunitas bernama PSIKOLOGID. Saya diundang untuk share
ilmu atau pengalaman saya hingga menjadi seorang penulis. Nervous,
karena
ini kali pertamanya buat saya, biasanya kan saya hanya berkutat di
depan laptop, saat kemarin share
ngomong
di depan para peserta, gagap. But,
Kak Antonius—penulis best
seller
yang menjadi pembicara juga memaklumi karena saya baru pertama.
Lumayan katanya. Hehe. Tapi tetap saja kalau ingat rasanya memalukan.
:3
Saya memang belum sehebat Tere Liye, Andrea Hirata, dan penulis keren-keren lainnya, tapi tak ada salahnya membagi ilmu bukan? ^_^
Baiklah, ini dia poin-poin yang saya masukkan ke dalam materi “Modal Jadi Penulis” yang diadakan kemarin hari Minggu, 20 Maret 2016.
- Tekad yang Kuat
- Jangan Takut Dengan EyD
Siapa
pun yang ingin menjadi penulis, harus punya tekad atau niat yang
kuat. Berpikirlah jika bakat tidak menjadi hambatan untukmu menjadi
seorang penulis. Kalau dibilang saya berbakat jadi penulis atau
tidak, jawabannya tidak sama sekali. Pertama kali saya menulis,
tulisan saya jujur saja seperti karangan anak SD, EyD kacau sekali,
pokoknya tulisan saya benar-benar buruk. Tapi, satu hal yang saya
yakini ... bahwa tidak ada yang tidak mungkin di dunia ini selama
kita berusaha. Saya terus berlatih menulis, hingga lama-lama tulisan
saya pun bagus.
Tere
Liye bilang, “Semakin banyak kalian berlatih menulis, semakin
cemerlanglah kemampuan kalian menulis.”
Oke,
jadi bagi kamu yang merasa tidak punya bakat menulis sama sekali,
jangan menyerah dulu sebelum berperang ya, kawan. Semangatt! Pakai
mantra dari saya bahwa semuanya akan menjadi mungkin jika kita terus
berusaha.
- Harus Punya Komitmen
EyD
(Ejaan yang Disempurnakan) sesuai kaidah bahasa Indonesia. Untuk
kamu yang merasa tulisannya hancur karena EyD kacau, jangan
menyerah, ya, kawan. Bukankah saat sekolah kita sudah belajar EyD?
Lantas mengapa saat praktik menulisnya langsung ilmu EyD kita nol
besar. Saya juga menyesal dan rasanya ingin meminta maaf pada guru
bahasa Indonesia. Yuk, teman, mari kita pelajari lagi EyD, mungkin
kita memang lupa atau malah tidak memerhatikan guru menjelaskan saat
itu. Jangan mau kalah dengan EyD, mentang-mentang EyD kita kacau
lantas mau berhenti jadi penulis?
Oh,
No!
Ini
cerita saja, ya. Pernah tidak sih kamu berpikir kok rata-rata
penulis itu bukan dari anak jurusan sastra Indonesia? Banyak penulis
sukses yang malah bukan dari sastra, Tere Liye seorang akuntan, Mira
W seorang dokter, Novanka Raja kuliah mengambil jurusan TIK. Saya
kira jawabannya adalah karena anak sastra terlalu fokus pada EyD.
Mereka takut tulisan tidak sesuai dengan EyD, ingin hasil yang
sempurna bla bla bla. Hingga pada akhirnya naskah tidak ada yang
selesai-selesai karena banyak pertimbangan.
- Hobi Membaca dan Menulis
Nah,
ini dia problem yang banyak dialami calon penulis. Ada
beberapa orang yang sudah memulai cerita satu atau dua bab, tapi
mendadak malas meneruskannya. Akhirnya itu naskah novel dilabeli
NASKAH GAGAL. Saran saya, ketika kamu sudah menulis cerita satu bab
misalnya, teruskan, teruskan, teruskan, sampai selesai, sampai ada
kata THE END. Jangan banyak pertimbangan, duh naskah saya kok jelek,
ya. Duh, EyD-nya kacau, duh ... kayaknya saya harus ganti konflik.
Duh, dan aduh lainnya. Pakailah
otak kanan dulu, baru pakai otak kiri untuk pertimbangan setelah
naskah selesai. Kan kalau sudah selesai kamu tinggal edit,
revisi kalau memang kurang greget. Semangatt!!
Saya
yakin ketika kamu hobi membaca, pasti kamu ada keinginan untuk
menulis cerita juga. Apalagi setelah membaca cerita yang bagus, kamu
sampai termotivasi untuk menjadi penulis seperti si A. Sama halnya
dengan saya, ketika membaca karya V. Lestari dan Dee Lestari, saya
jadi termotivasi untuk jadi penulis. Ketika akan menulis cerita,
pasti kamu akan butuh bacaan untuk referensi, untuk menambah
pengetahuan, ide, dan lainnya. Maka, jika ada penulis, pasti ada
pembaca. Kita tidak akan bisa membaca buku kalau tidak ada penulis.
- Jangan Takut Mengirim Naskah ke Penerbit
- Jangan Menyerah Jika Naskahmu Ditolak Penerbit
Saya
sering sekali menemukan calon penulis yang nggak pede mengirim
naskahnya ke penerbit. Padahal tulisannya sudah bagus. Duh, sangat
disayangkan sekali, ya. Sampai kapan pun kita tidak akan pernah
bisa maju dan menerbitkan buku jika takut mengirimkan naskah ke
penerbit. Oke, meski memang ada beberapa penulis yang tingkat
kepuasannya hanya sampai menyelesaikan tulisannya dan lebih memilih
menyimpannya dalam laptop sampai lumutan, sampai jadi sarang
laba-laba. Okelah, itu sih terserah pribadi masing-masing, ya. Toh
setiap orang punya motivasi menulis berbeda-beda.
Ini
adalah fase di mana penulis sedang diuji. Mungkin kalian berpikir
jika tulisan kalian sudah selesai, lalu dikirimkan ke penerbit mayor,
kalian pasti mikirnya yang enak-enak saja. Pasti naskah saya bakal
langsung diAcc. SALAH. Saya berhasil menerbitkan novel pertama saya
setelah ditolak dua penerbit dulu. Terbit setelah kurang lebih satu
tahun kemudian. Kalau pun ada yang pertama nulis dan langsung diAcc,
saya pikir hidupnya nggak indah dan datar-datar saja karena tidak diawali dengan kegagalan atau ujian dulu. Yang harus kalian ingat, ujian penulis itu adalah KESABARAN. Kalau
kalian tidak bisa sabar, mending tidak usah jadi penulis.
- Terus Berlatih Menulis
- Jaga Attitude
Ini
sudah dibahas di awal, ya. Semakin sering kamu berlatih menulis,
maka semakin baguslah tulisan kalian.
- Jangan Lupa Berdoa
Seorang
penulis yang baik, yang punya attitude atau perilaku yang baik
juga. Jaga hubungan baik dengan teman sesama penulis, dengan
penerbit, dan pembacamu. Karena saya pernah dengar cerita, ada yang
di-blacklist oleh penerbit karena kelakuan si penulis buruk. Kecuali kalau memang pihak penulis tidak bersalah, kita wajib menegur pihak penerbit, seperti kasus salah satu penulis, penerbit menerbitkan naskah si penulis tanpa adanya konfirmasi dan pihak penerbit meraup keuntungannya sendiri. Kecuali juga untuk orang-orang yang kerjaannya membuat masalah atau sebut saja hater, abaikan saja. Karena setiap ada lover, ada pula hater.
Ini
dia yang terakhir yang sangat penting. Kamu pernah nggak sih membaca
novel terbitan mayor, terus kamu merasa novel itu tidak bagus dan
tidak layak terbit? Jawabannya, saya pikir karena kekuatan doa. Jadi
mantranya adalah IKHTIAR, BERDOA, TAWAKAL.
Oke, sekian materi dari saya. Kurang lebihnya mohon maaf dan terima kasih untuk kamu yang sudah membaca postingan ini. Selamat berkarya. ^_^
Saya tampil pertama
MC-nya.
Ini Kak Daud Antonius. Dia jadi pembicara juga setelah saya menyampaikan materi dan sesi tanya-jawab.
0 komentar:
Posting Komentar