Banyak tips di Google cara membuat novel yang baik dan benar serta tips menulis lainnya beserta cara mengirimkan naskah ke penerbit. Itu pun kalau kamu mau membacanya dan mencari info sendiri.
Dulu,
saya belajar menulis novel sendiri, bahkan dulu tidak memiliki
teman penulis sama sekali. Saya hanya belajar dari novel yang saya
baca serta membaca tips menulis novel dari Google.
Saat
itu saya menghabiskan waktu selama empat bulan menulis novel pertama.
Itu pun hanya berjumlah 40 halaman di kertas A4. Saya kaget saat
mencari syarat kirim naskah ke penerbit yang katanya menerima naskah
minimal 100 halaman. Alhasil banyak yang saya tambahkan, meskipun
saat itu saya bingung mau menulis apalagi karena sudah buntu.
Tapi
Alhamdulilah, pada akhirnya saya punya ide dengan menambahkan konflik
lagi. Setelah keasyikan menulis sampai kadang air mata menetes
nggak terasa ketika menuliskan adegan sedih, ternyata saya sudah
menulis novel lebih dari 100 halaman. Kedua mata saya langsung berbinar,
karena saya sudah berhasil menulis sampai 100 halaman bahkan sampai ending
jadi 136 halaman.
Setelah
selesai menuliskan novel pertama, saya mencoba memberikannya ke
teman-temaan—minta pendapat. Saya mengirimkan naskah ke
email teman-teman saya sekitar sepuluh orang. Saat itu saya
degh-deghan. Takut akan mendapat komentar yang tidak enak. Tetapi
Alhamduliah, saya mendapat komentar yang bagus. Teman-teman saya
mengatakan kalau novel yang saya tulis bagus. Bahkan ada yang bilang
sebaiknya dibuat skenario saja lalu dijadikan FTV.
Setelah mendapat komentar positif itu. Akhirnya saya berani mengirimkan naskah novel saya ke penerbit mayor. Saya disuruh menunggu maksimal tiga bulan. Degh-deghan. Takut ditolak.
Saya terus berdoa agar naskah saya diAcc. Tapi, setelah mendapat kabar selama sebulan, ternyata naskah saya ditolak dengan alasan bukan selera penerbit tersebut. Air mata menetes. Setelah insiden penolakan itu, saya punya kenalan penulis yang mengirimkan naskahnya juga ke penerbit yang sama. Saya senang akhirnya punya kenalan penulis meski hanya kenal di dunia maya. Namanya Khairani. Dia bilang naskahnya pun sama-sama ditolak.
Setelah mendapat komentar positif itu. Akhirnya saya berani mengirimkan naskah novel saya ke penerbit mayor. Saya disuruh menunggu maksimal tiga bulan. Degh-deghan. Takut ditolak.
Saya terus berdoa agar naskah saya diAcc. Tapi, setelah mendapat kabar selama sebulan, ternyata naskah saya ditolak dengan alasan bukan selera penerbit tersebut. Air mata menetes. Setelah insiden penolakan itu, saya punya kenalan penulis yang mengirimkan naskahnya juga ke penerbit yang sama. Saya senang akhirnya punya kenalan penulis meski hanya kenal di dunia maya. Namanya Khairani. Dia bilang naskahnya pun sama-sama ditolak.
Saya
mencoba kirim ke penerbit lagi, saat itu saya tertarik dengan
Penerbit Andi. Saya mencoba mengirimnya ke sana. Setelah
menunggu seminggu, tapi tak ada konfirmasi naskah sudah sampai
di meja redaksi atau belum, saya mendapat kenalan penulis lagi lewat
fanspage Penerbit Andi. Namanya Ratri Desmayana. Dia bilang
katanya Andi tidak menerima naskah lewat e-mail. Akhirnya saya
kirim ke penerbit lain lagi. Penerbit yang direkomendasikan Kak
Ratri. Saya memanggilnya Kakak karena dia lebih tua dari saya.
Baiklah,
saat itu saya langsung mengirimkan naskah ke penerbit Media Pressindo. Menunggu selama sebulan. Dan selama menunggu itu saya sangat
berharap naskah saya diAcc. Tapi ternyata Allah berkehendak lain.
Naskah saya ditolak lagi. Saat itu saya menangis dan curhat pada Kak
Ratri.
"Kak, mungkin aku nggak ditakdirkan jadi penulis. Novelku ditolak lagi."
“Kamu baru ditolak dua kali, Say. Penulis best seller sekelas J.K Rowling sebelum jadi penulis terkenal bahkan ditolak 10 kali. Kamu nggak boleh nyerah. Revisi naskah kamu. Kirim ke penerbit lain. Masih banyak penerbit.”
"Kak, mungkin aku nggak ditakdirkan jadi penulis. Novelku ditolak lagi."
“Kamu baru ditolak dua kali, Say. Penulis best seller sekelas J.K Rowling sebelum jadi penulis terkenal bahkan ditolak 10 kali. Kamu nggak boleh nyerah. Revisi naskah kamu. Kirim ke penerbit lain. Masih banyak penerbit.”
Baiklah,
setelah mendapat kalimat mutiara dari Kak Ratri, akhirnya saya
bangkit lagi. Tapi saya coba endapkan dulu naskah novelnya. Saya
mencoba mengikuti lomba-lomba di penerbit indie agar bisa
menulis lebih baik lagi. Saya berhasil menghasilkan tiga buku
antologi dan semakin banyak memiliki teman yang berkecamping di dunia literasi.
Saat
mengikuti lomba di salah satu penerbit indie, saya kenal dengan Desi
Tri Rahmawati. Saya memanggilnya Kak Desi karena dia lebih tua dari
saya. Tanpa sengaja saya curhat mengenai naskah novel saya yang belum
dapat penerbit. Akhirnya Kak Desi merekomendasikan penerbit--Zettu. Saya tidak langsung mengirimkan naskah, tetapi
yang saya lakukan mencari novel terbitannya terlebih dahulu. Apakah
memang cocok dengan naskah novel yang saya tulis.
Setelah membaca dua novel terbitan Zettu yang saya beli di Gramedia, akhirnya saya yakin kalau naskah saya memang cocok diterbitkan di sana. Saya langsung mengirimkan naskah ke penerbit Zettu, selama sebulan saya sudah mendapat kabar kalau naskah saya diAcc. Tangan saya sampai gemetar ketika membaca email dari penerbit. Kedua mata saya sampai dikucek-kucek takut salah membaca. Saking noraknya, saya memanggil teman saya yang saat itu sedang main di rumah, saya suruh dia membacanya. Teman saya bilang katanya saya tidak salah membaca. Ah, air mata langsung menetes sambil memeluk sahabat saya dengan haru. Akhirnya, saya bisa juga menerbitkan novel. Lima bulan kemudian novel pertama saya sudah dijual di seluruh toko buku nasional. Berjudul “Permintaan Hati”, saya menggunakan nama pena Vie Devh. Ketika memegang bukunya, saya sampai tidak percaya. “Yaa Allah, saya beneran punya novel. Alhamdulilah.”
Setelah membaca dua novel terbitan Zettu yang saya beli di Gramedia, akhirnya saya yakin kalau naskah saya memang cocok diterbitkan di sana. Saya langsung mengirimkan naskah ke penerbit Zettu, selama sebulan saya sudah mendapat kabar kalau naskah saya diAcc. Tangan saya sampai gemetar ketika membaca email dari penerbit. Kedua mata saya sampai dikucek-kucek takut salah membaca. Saking noraknya, saya memanggil teman saya yang saat itu sedang main di rumah, saya suruh dia membacanya. Teman saya bilang katanya saya tidak salah membaca. Ah, air mata langsung menetes sambil memeluk sahabat saya dengan haru. Akhirnya, saya bisa juga menerbitkan novel. Lima bulan kemudian novel pertama saya sudah dijual di seluruh toko buku nasional. Berjudul “Permintaan Hati”, saya menggunakan nama pena Vie Devh. Ketika memegang bukunya, saya sampai tidak percaya. “Yaa Allah, saya beneran punya novel. Alhamdulilah.”
Kemudian,
novel hasil karya saya pun selalu saya ajak tidur bersama. Bahkan
saya peluk dan cium. Norak memang. Tapi itulah bentuk kebahagiaan
saya.
Baiklah,
itu cerita singkat saya yang sudah berhasil menerbitkan novel. Kali
ini saya akan memberikan tips cara membuat novel. Saya belum hebat,
kita sama-sama belajar.
- Kamu harus tahu dulu apa yang ingin kamu tulis. Jangan sampai saat sudah di depan layar laptop kamu tidak tahu mau menulis apa.
- Cari tema dan konflik yang ingin kamu angkat. Kalau novel pertama saya, saya mengambil konflik kakak adik yang mencintai pria yang sama. Kemudian konfliknya si Kakak tidak rela ketika pria yang dicintainya mencintai adiknya dan menyuruh adiknya untuk menjauh.
- Kamu tentukan dulu nama tokohnya serta karakter-karakternya. Juga genre yang akan kamu ambil, kalau saya mengambil full romance, remaja.
- Setelah menentukan tokoh dan genre, kamu juga tentukan setting-nya. Apa mau di Jakarta, Yogya, atau setting luar negeri. Kalau misal ambil setting Jakarta, sesuaikan gaya bahasa dengan orang Jakarta dan cari tahu tentang setting yang kamu ambil.
- Ada penulis yang harus menggunakan sinopsis perbab saat membuat novel. Tapi kalau saya tipe penulis yang lebih nyaman menulis mengalir. Asalkan cerita tidak ngaler-ngidul dan tetap sesuai dengan tema yang diambil.
- Untuk menulis Bab pertama, kamu bisa memulainya dengan konflik, atau juga bisa memulainya dengan pengenalan tokoh. Kalau saya memulai Bab pertama novel saya dengan pengenalan tokoh.
- Tentukan ending. Kalau saya biasanya menentukan ending saat cerita sudah berada di puncak konflik. Biasanya akan kelihatan ini cerita akan diakhiri seperti apa. Kamu bisa pilih sad ending, happy ending, ending yang menggantung—di sini pembaca yang akan menentukan ending-nya sendiri. Tapi lebih bagus sih never ending, ya. Hehe.
Oke,
itu saja tips menulis novel dari saya. Selamat menulis. ^_^
bagaimana caranya kak mengirimkan naskah lewat email ke penerbit Zettu?
BalasHapus