“Jika memang ingin menjadi penulis. Menulislah. Tak perlu memikirkan
tulisanmu itu bagus atau tidak, sesuai aturan kepenulisan atau tidak, yang
penting menulis saja, setelah karya selesai baru kita mempertimbangkan naskah
kita.”
Banyak
yang bilang menulis itu gampang, dan semua orang bisa menulis. Makanya
terkadang ada orang yang kadang merendahkan penulis, dan tidak menghargai
bagaimana perjuangan seorang penulis dari mulai menulis naskah hingga ending,
menemukan jodoh naskahnya, dan yang terakhir siapa yang akan menerbitkan
naskahnya. Kalau saja orang-orang yang bilang menulis dan menerbitkan buku itu
gampang, ketika dia terjun ke dunia kepenulisan, mereka baru akan sadar
bagaimana rasanya berjuang!
Aku hobi menulis sejak duduk di
bangku SD, namun kembali menulis pertengahan tahun 2012. Saat itu aku hanya
iseng menulis karena memang sedang cuti kuliah, dan belum mendapatkan
pekerjaan, aku memutuskan cuti karena sedang mencari uang untuk biaya kuliahku.
Akhirnya aku memilih untuk menulis. Tahukah kalian saat aku mulai menulis, aku
sampai mendengus kesal gara-gara tulisanku seperti karangan SD. Selesai
menyelesaikan karya dengan jumlah halaman lima puluh saja, aku menghabiskan
waktu dua bulan. Aih, lama sekali bukan?
Saat itu aku mencoba searching
tentang penerbit di Mbah Google. Mataku membulat ketika membaca persyaratan
naskah minimal 100 halaman. Gubrakk!!
Berarti aku harus menambah lima
puluh halaman lagi agar bisa dikirim ke penerbit. Saat itu aku sama sekali belum
punya teman
yang hobi menulis juga. Disaat aku ingin sharing, aku hanya bisa gigit jari. Huft!
Seiring berjalannya waktu, ketika
aku berjuang menambah lima puluh halaman lagi, Tuhan memberikanku banyak teman
yang hobi menulis walau hanya lewat dunia maya. Banyak ilmu yang kudapat dari
mereka, bahkan penulis terkenal pun sama sekali tidak sombong dan masih mau
membagi ilmunya.
Salah satu nasihat yang kuingat
adalah, “Jika memang ingin menjadi penulis, menulislah, tak perlu memikirkan
tulisanmu itu bagus atau tidak, sesuai aturan kepenulisan atau tidak, yang
penting menulis saja, setelah karya selesai baru kita mempertimbangkan naskah
kita.”
Percayakah kalian, aku menulis
sampai kepalaku pening, semalaman begadang dan sampai sakit. Ternyata menulis
itu bisa menghipnotis penulisnya masuk dalam kisah yang dibuatnya sendiri. Oke, mungkin kalian
bilang aku berlebihan, tapi pasti kalian pernah kan tersenyum bahkan tertawa
sendiri seperti orang gila dan menangis karena cerita yang kita buat
menyedihkan. Aih, itulah yang aku rasakan. Ternyata aku baru tahu menulis itu
seperti apa, aku sempat menyerah tidak mau menyelesaikan naskahku. Tapi, karena semangat dari para sahabatku,
akhirnya aku bisa menyelesaikan karyaku.
Mungkin ada beberapa di antara
kalian, yang orang tuanya tidak setuju kalian menulis, jujur saja dulu ayahku mengatakan
padaku seperti ini, “kamu ini aneh-aneh saja nulis novel, gak ada manfaatnya!” rasanya, saat itu aku
ingin marah dan membentak ayahku, tapi kubalas dengan senyum manisku, aku hanya
perlu membuktikan kalau aku bisa. Ya, hanya itu!
Setelah karyaku selesai dan ternyata
malah kebablasan jadi 138 halaman, aku pun meminta beberapa temanku membaca
karyaku. Saat itu aku mengirimkannya lewat e-mail ke sepuluh temanku. Tapi
hanya ada beberapa yang memberikan komentar, aku merasakan resah yang luar
biasa menunggu jawaban dari teman-temanku. Takut-takut kalau mereka tidak akan
suka dengan cerita yang kubuat.
Tapi ternyata... aku malah
menyunggingkan bibirku tersenyum lebar begitu membaca
komentar dari beberapa temanku kalau naskah yang kubuat bagus dan mereka suka. Hhhii, tapi katanya masih
banyak kata-kata yang tidak enak dibaca dan perlu di-edit. Bahkan, ada
yang sampai bilang, minta kisahnya dijadikan novel. Woww!!
Walau novelku belum terbit, tapi
rasanya mendengar komentar dari teman-temanku, aku merasa cukup senang waktu itu.
Langkah selanjutnya, aku langsung
mengirimkan novelku ke penerbit A, selama sebulan dengan galaunya gak ketulungan,
perasaanku sama sekali tak tenang. Kata guru agamaku, jika memang kalian sudah ikhtiar, saatnya berdoa, dan tawakal. Ya, saat itu aku melakukan
itu. Aku pasrahkan kepada Tuhan.
Rasanya menunggu panggilan kerja
saja tidak sampai sebulan ya, tapi ini sampai sebulan harus menunggu. Oh, betapa besar ujian
kesabaran bagi seorang penulis. Uhuk
L
Sudah genap novelku sebulan, aku
segera online, dan membuka e-mail. Tahukah kalian saat aku
membaca inbox yang masuk ke emailku dari penerbit A. Aku menangis. Hikss :’(
Naskahku ditolak, sudah menunggu
lamanya selama sebulan, dan akhirnya jawabannya membuatku menitikkan air mata.
Setelah revisi lagi, kukirimkan naskahku lagi ke penerbit B, seperti biasa aku
menunggu selama sebulan. Dan
aku kembali menitikkan air mata. Aduh, lebay ya aku :D Naskahku
belum layak terbit lagi sobat. Saat
itu aku belum menyerah, aku mengirimkan lagi naskahku ke
penerbit C, selama dua bulan aku menunggu, lagi-lagi aku mendapat penolakan dan menyiapkan ember sebelum banjir air mata. Hhha. Naskahku tidak sesuai dengan kriteria penerbit C. Aih, aku memang terlalu
lebay, seharusnya aku tidak menangis, saat itu aku benar-benar menyerah. Dan, updet
status di Facebook.
Sudahlah, mungkin memang aku
tidak berbakat jadi penulis.
Sebaiknya cari bidang
lain saja, semangat Vie :)
Aza-aza fighting
Saat inget kejadian yang dulu-dulu, rasanya ingin tertawa. Saat itu juga aku mengirim naskahku lagi lewat Agensi Naskah yang direkomendasikan oleh salah satu temanku. Boleh dong ya sebut nama :) Baiklah, Kak Desi namanya :D Dia yang memasukkan aku ke grup kepenulisan Kinomedia Writer Academy yang ternyata telah membantuku mempertemukan jodoh naskahku. Ya, mungkin memang sudah rezekinya juga kali ya :) kata seniorku, "Tak ada yang sia-sia dari naskah yang kita tulis, setiap naskah yang kita tulis memiliki takdirnya masing-masing". Kata Kak Riri Ansar :)
Selama sebulan aku menunggu kabar naskahku, dan tadinya sudah pesimis sekali kalau naskahku akan ditolak lagi. Tapi ternyata tidak :) tangisan penolakan itu telah dibayar oleh senyum mengembang, bahkan tergelak sendirian seperti orang gila waktu baca inbox dari penerbit kalau naskahku diACC. Horreeee!! Bahagianya :v
Sekian curhatan dari saya :D
ahahaha, aku juga nangis pas naskah pertamaku di KWA ACC, :D
BalasHapusHhaha. Nangis terharu ya Nik :D
HapusEh, ternyata dirimu baca postingan. hhi
setuju kak, menulis itu menyenangkan.. kita bebas berkreasi, mengatur tokoh, mendalangi ceritanya, juga ikutan mendramatisi, hehe.. good luck ya kak :)
BalasHapusHhe. sudah baca rupanya kmu.Sukses juga buat kmu de ;)
BalasHapus